REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Presiden RI Joko Widodo mengumpulkan partai-partai pendukungnya agar bisa menarik diri dari Pansus Hak Angket KPK. Menurutnya, pimpinan DPR sudah mengatakan keberadaan KPK sudah tidak diperlukan lagi di Indonesia. ICW melihat itu sebagai pintu masuk merevisi UU KPK.
"Potensinya yang kami anggap sangat besar, kan agenda tahunan DPR gitu," kata Kurnia usai melakukan aksi di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (9/7).
ICW melakukan aksi parodi meniru kunjungan Pansus hak angket KPK ke Lapas Sukamiskin, Kamis (6/7) lalu saat menemui para narapidana korupsi. Menurutnya banyak masyarakat yang terheran-heran terkait kunjungan tersebut.
Selain itu, sejak awal panitia angket disebut Kurnia tidak memenuhi unsur keabsahan. Karena di UU MD3, KPK bukan menjadi objek dari hak angket. Dalam UU MD3 juga dijelaskan bahwa Pansus angket terbentuk ketika semua fraksi tergabung.
"Itu saja sudah mereka langgar. Dan mereka masih bersikukuh bahwa hak angket ini layak untuk KPK. Apalagi angket dibiayai oleh negara ya kan, Rp 3,1 miliar, di mana dibiayai negara jika keabsahan hukumnya itu belum jelas?" katanya.
ICW yakin kalau hak angket KPK akan terus bergulir, tidak akan dihentikan. Karena langkah DPR RI sudah sangat jauh. ICW telah mengkritisi tujuh dari 10 partai politi. ICW juga mengkritisi anggota DPR RI Agun Gunandjar yang lebih memilih mengunjugi Lapas Sukamiskin daripada memenuhi panggilan pemeriksaan KPK terkait kasus dugaan korupsi KTP-elektronik.
ICW berharap KPK tetap tertib, jangan sampai gentar menghadapi angket. Karena dukungan masyarakat masih sangat besar kepada KPK dan sampai hari ini tingkat kepercayaan publik ke KPK masih tinggi.