Senin 10 Jul 2017 14:33 WIB

Inggris akan Atur Legalitas Ekspor Senjata ke Saudi

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Agus Yulianto
Perang terus terjadi di berbagai penjuru wilayah di Yaman.
Foto: Reuers
Perang terus terjadi di berbagai penjuru wilayah di Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pengadilan Tinggi Inggris akan segera mengatur legalitas ekspor senjata ke Arab Saudi. Pengadilan akan memutuskan apakah pemerintah Inggris gagal menangguhkan penjualan senjata ke kerajaan Arab Saudi yang sedang berperang di Yaman.

Sebelumnya, PBB mengklaim, serangan udara Saudi terhadap pemberontak Houthi di negara tersebut telah menyebabkan ribuan kematian warga sipil. Sehingga, sebuah organisasi non-pemerintah The Campaign Against the Arms Trade membawa kasus ini ke ranah hukum. Pihaknya mengklaim, bahwa Inggris telah melanggar hukum humaniter.

Peralatan militer yang dijual ke Arab Saudi termasuk jet tempur Topan dan Tornado, serta bom yang dipandu dengan presisi. Penjualan tersebut berkontribusi terhadap ribuan pekerjaan rekayasa di Inggris, dan telah memberikan miliaran poundsterling pendapatan untuk perdagangan senjata di Inggris.

Arab Saudi mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional setelah perang saudara pecah padan 2015. Pemberontak Houthi yang setia kepada presiden yang digulingkan Ali Abdullah Saleh, mulai menyerang pada 2014. Memaksa pemimpin Abdrabbuh Mansour Hadi untuk meninggalkan negara tersebut untuk sementara waktu.

Sejak saat itu, Arab Saudi dan delapan negara Arab Sunni lainnya mendukung sebuah serangan udara yang bertujuan untuk memulihkan pemerintah Hadi. “Selama lebih dari dua tahun sampai sekarang, orang-orang Saudi telah melakukan serangan udara di sana terhadap pemberontak Houthi namun PBB menyalahkan serangan ini karena mayoritas kematian adalah warga sipil,” kata wartawan keamanan BBC Frank Gardner yang dilaporkan BBC pada, Senin (10/7).

Gardner menambahkan, keputusan dari Pengadilan Tinggi Inggris tersebut akan memberikan konsekuensi besar bagi hubungan Inggris dengan sekutu-sekutu Teluk Arabnya.

Sementara itu, pembatasan impor pangan dan bahan bakar telah mendorong Yaman ke ambang kelaparan, dan dua juta orang di negara tersebut telah mengungsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement