REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Dalam sebuah pertemuan tahunan Komite Tahunan Dunia (WHC) yang digelar di Polandia, Rabu malam (5/7), kawasan Great Barrier Reef di Queensland, Australia dinyatakan tidak masuk daftar 'dalam keadaan berbahaya' milik UNESCO.
Namun, WHC mengatakan masihv khawatiran soal target kualitas air dan aturan pembukaan lahan di Queensland. Menteri Lingkungan Australia, Josh Frydenberg mengatakan pemerintah telah berinvestasi besar-besaran pada terumbu karang, namun dibutuhkan waktu lama untuk melihat adanya peningkatan.
"Pengumuman ini semalam merupakan kemenangan besar bagi Australia dan kemenangan besar bagi Pemerintahan Turnbull," katanya.
"Kami mendapat dukungan bagi rencana Reef 2050, yang merupakan rencana terpadu dan terkoordinasi dengan Pemerintah Queensland, yang kini sedang berjalan."
Namun Menteri Lingkungan Queensland, Steven Miles mengatakan pemerintah federal Australia telah salah menganggapi pencapaian ini sebagai upaya yang dilakukan pemerintah federal. Miles mengatakan pemerintah negara bagian yang melakukan upaya berat, bukan Menteri Lingkungan Frydenberg.
"Itu adalah pekerjaan selama dua setengah tahun terakhir dengan meyakinkan mereka agar tidak memasukkan terumbu karang dalam daftar bahaya, dan meyakinkan mereka sekarang kami membuat kemajuan yang baik dalam mengimplementasikan rencana tersebut," katanya.
"Perubahan nyata ada pemilihan Pemerintahan Palaszczuk [negara bagian Queensland]. Saya rasa Josh [Frydenberg] mengklaim sebagai jerih payahnya dari kerja keras kami," kata Miles.
UNESCO menyalahkan pembukaan lahan sebagai perhatian soal kesehatan terumbu karang dan mengatakan perlu adanya upaya yang meningkat.
Aturan penebangan pohon yang lebih ketat gagal melewati Parlemen
Pemerintahan Palaszczuk telah gagal meperketat undang-undang soal penebangan pohot di parlemen Queensland, tahun lalu. Tapi, telah berkomitmen untuk menerapkan perubahan, jika Partai Buruh terpilih kembali. Miles mengatakan bahwa Pemerintah Queensland telah "berupaya keras untuk meloloskan undang-undang soal pembukaan lahan".
"Saya rasa Komite telah paham apa yang kita katakan jika kita terpilih lagi, kita akan meninjau kembali undang-undang tersebut, jadi mereka memberi waktu sedikit lebih banyak bagi kita."
"Saya yakin jika pada tahun depan kita tidak memiliki undang-undang tersebut, mereka akan memiliki pandangan yang berbeda."
Menteri Utama Queensland Annastacia Palaszczuk mengatakan kabar ini sebagai berita baik. "Yang ingin saya lihat sekarang adalah semakin banyak orang, bukan hanya dari seluruh Australia, tapi dari seluruh dunia, datang dan melihat dukungan mereka untuk Great Barrier Reef," katanya.
"Ini mendukung lebih dari 69.000 pekerjaan di Queensland, menyediakan miliaran dolar ke ekonomi Queensland setiap tahun."
"Kami juga tahu terumbu karang terkena dampak besar, baru-baru ini karena topan."
Palaszczuk menegaskan komitmen Pemerintahnya untuk melindungi terumbu karang. "Kami telah memastikan bahwa tidak ada pembuangan sampah keruk di Great Barrier Reef - itu harus dibuang ke darat - itu adalah hal pertama yang dilakukan Pemerintah saya," katanya.
Col McKenzie dari Asosiasi Operator Pariwisata Taman Laut di Cairns mengatakan bahwa sangat penting undang-undang pembukaan lahan disahkan di Parlemen.
"Saya hanya melihat pembukaan lahan sebagai salah satu langkah kunci yang harus ditempuh, tapi sampai kita meyakinkan LNP di Queensland bahwa perlu ada keseimbangan, kita harus bertarung dengan baik di tangan kita," katanya.
Kelompok lingkungan tidak senang dengan rencana
Kelompok The Climate Council merasa tak ragu jika terumbu karang dalam keadaan bahaya. Ilmuwan iklim dari dewam terebut, Profesor Will Steffen, mengatakan semua tingkat pemerintahan telah gagal mengatasi ancaman terbesar terhadap terumbu karang, yaknim - pembakaran bahan bakar fosil."
"Ini bukan kemenangan besar, ini cuma ditutup-tutupi. Dan selama kita menolak menyelesaikan masalah utamanya, Great Barrier Reef akan ada dalam bahaya yang lebih buruk," katanya.
Profesor Steffen mengatakan pemutihan karang yang terus terjadi dan meluas, seaharunya jadi peringatan yang jelas bagi UNESCO dan Pemerintah Federal. "Kami memiliki 67 persen yang mati di bagian utara terumbu karang, ini adalah kawasan yang paling murni. Hanya ada satu alasan mengapa hal itu terjadi dan penyebabnya adalah suhu laut yang tinggi, karena yang pembakaran bahan bakar fosil," katanya.
"Jika ini tidak anggap membahayakan Great Barrier Reef, saya tidak yakin apa lagi yang harus disalahkan."
Kelompok Greenpeace mengatakan keputusan telah dibuat dan membiarkan pemerintah Federal melanjutkan rencana jangka panjang soal terumbu karang yang tidak mengatasi masalah perubahan iklim. Aktivis Greenpeace, Alix Foster Vander Elst mengatakan tindakan pemerintah Queensland dan Australia telah jelas, bahwa mereka tidak cukup peduli untuk menyelamatkan terumbu karang.
"Pemerintah mengatakan satu hal, tapi melakukan hal lain di terumbu karang," kata Foster Vander Elst.
"Apa yang seharusnya kita lakukan adalah memotong subsidi bahan bakar fosil, melarang tambang batu bara yang baru, serta menawarkan kepemimpinan bagi iklim dunia yang sebenarnya.
"Jika kita tidak bertindak sekarang, maka saat warga Australia meratapi kehancuran Great Barrier Reef di tahun-tahun mendatang, mereka sudah akan tahu siapa yang harus disalahkan. Yakni, pemerintah Australia di era Abbott, Turnbull yang dengam secara sengaja mempromosikan bahan bakar fosil saat berkomitmen soal perubahan iklim."
Komite Warisan Dunia UNESCO dan Komite Penasehat 2050 untuk pemerintah Australia telah memperingatkan soal Rencana Terumbu Karang Australia di taun 2050, utamanya soal penanganan kualitas air dan pembukaan lahan, yang dianggap tidak cukup memadai.
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 6/07/2017 pukul 15:00 AEST dari artikel aslinya dalam Bahasa Inggris, yang bisa dibaca di sini