REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson pada Ahad (9/7) memuji keberanian rakyat Turki dalam mempertahankan demokrasi dari usaha kudeta hampir tepat setahun lalu, tapi ia tidak menyebutkan tindakan keras meluas dilakukan Turki menyusul kudeta tersebut.
Saat berbicara pada upacara pembukaan konferensi perminyakan di Istanbul, Tillerson juga mengatakan Amerika Serikat memandang Turki sebagai mitra dalam mendorong keamanan energi lebih besar di kawasan itu.
"Kita berada di Istanbul pada masa menentukan. Hampir setahun lalu, rakyat Turki -pria dan wanita pemberani- berdiri melawan komplotan kudeta dan membela demokrasi mereka," kata Tillerson.
"Saya mengambil momen ini untuk mengakui keberanian mereka dan memberi penghormatan kepada korban peristiwa 15 Juli 2016 itu," tambahnya.
Sekelompok tentara pembangkang mengomandoi sejumlah tank, helikopter dan pesawat tempur pada malam 15 Juli, menyerang parlemen dan merebut kendali atas sejumlah jalan dan jembatan dalam upaya penggulingan pemerintah.
Pemberontakan itu gagal ketika ribuan rakyat Turki turun ke jalan dalam sebuah aksi unjuk rasa, menjawab panggilan dari Presiden Tayyip Erdogan untuk menolak kudeta. Lebih dari 240 orang, kebanyakan dari mereka merupakan warga sipil, tewas malam itu.
Sejak kudeta yang gagal itu, lebih dari 100 ribu orang telah diberhentikan atau dibebastugaskan dari pekerjaan mereka sebagai petugas layanan umum, polisi, militer dan sektor swasta. Sekitar 40 ribu orang dijebloskan ke penjara.
Pemerintah mengatakan upaya tersebut sangat dibutuhkan, mengingat ancaman keamanan yang dihadapinya. Tillerson, yang sebelumnya adalah kepala Exxon Mobil Corp, tiba di Turki pada Ahad malam dan dijadwalkan bertemu dengan Erdogan pada hari sama, kata kantor kepresidenan.