REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL -- Organisasi Hak Asasi Manusia menyebutkan warga sipil di Mosul, Irak tetap berisiko besar meski daerah tersebut telah dibebaskan dari ISIS. Oleh karena itu mereka mendesak pemerintah Irak untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi orang-orang yang tidak bersalah.
“Kengerian yang telah disaksikan orang-orang Mosul dan pengabaian terhadap kehidupan manusia oleh semua pihak dalam konflik ini tidak boleh (dibiarkan) tanpa hukuman,” kata direktur riset Amnesty International di Timur Tengah Lynn Maalouf, menurut The Guardian, Selasa (11/7).
“Banyak di antaranya masih terkubur di bawah reruntuhan hari ini. Orang-orang Mosul pantas tahu, dari pemerintah mereka, bahwa akan ada keadilan dan pemulihan sehingga dampak mengerikan dari operasi ini ditangani dengan baik.”
Tentara Irak telah berjuang untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai ISIS tersebut. Di sana, pemimpin kelompok ekstremis Abu Bakr al-Baghdadi memproklamasikan kekhalifahannya tiga tahun lalu.
Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi mengumumkan kemenangan di Mosul pada Ahad waktu setempat. Pada Senin Abadi mengatakan, kemenangan tersebut menandai kegagalan dan runtuhnya negara teroris. Kekalahan tersebut membuat ISIS tidak memiliki benteng besar di Irak.
Dengan pembebasan Mosul, telah memfokuskan kembali perhatian pada penderitaan warga sipil kota tersebut, ribuan di antaranya sekarang mengungsi dan kemungkinan akan tetap menjadi pengungai internal selama berbulan-bulan sementara kota ini dibangun kembali.
Pada perang di musim panas yang terik di Irak, militan telah menggunakan perisai manusia dalam usaha mereka untuk melawan kemajuan militer.