REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan Dosen Universitas Bung Karno Indrawan Sastronagoro mengenai definisi sumber energi baru. MK menyatakan tidak ditemukan adanya rumusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 dan angka 5 UU Energi yang dapat dimaknai sebagai tindakan menyekutukan Allah SWT sebagaimana dalil yang diajukan pemohon. Dalil pemohon diputuskan tidak bersalah menurut hukum.
"Pasal 1,4,5 dianggap menyekutukan Allah SWT itu tidak tepat menurut mahkamah," kata Majelis Hakim Aswato, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Senin (10/7).
Menurut MK, manusia sebagai pencipta sumber energi baru tidak tepat. Sebagaimana diketahui bersama, semua sumber energi adalah ciptaan Tuhan. Tidak ada indikasi penyekutuan Tuhan YME dalam UU Energi sebagaimana dalil yang diajukan pemohon.
UU Nomor 30 2007 dan UU a quo Energi, MK menyatakan, tidak ada indikasi penyekutuan Allah SWT. Menurut MK, alasan tidak dirumuskan secara tegas bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, dikarenakan itu sudah menjadi pengetahuan bersama.
"Itu pengetahuan dan keyakinan bersama yang tidak perlu dinyatakan lagi. Hal itulah kenapa tidak ditulis di setiap rumusan hukum, karena di setiap UU selalu diawali dengan rahmat Tuhan YME," kata majelis hakim.
Mahkamah tidak menemukan adanya rumusan dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 dan angka 5 UU Energi yang dapat dimaknai sebagai tindakan menyekutukan Allah SWT. Dalil Pemohon yang menyebutkan rumusan Pasal 1 angka 4 dan angka 5 UU Energi telah menempatkan manusia sebagai pencipta sumber energi, menurut Mahkamah tidak tepat.
“Andaipun dalam rumusan Pasal 1 angka 4 UU Energi terdapat rangkaian kata-kata ‘dihasilkan oleh teknologi baru ...’, tentu hal demikian tidak dapat diartikan bahwa teknologi baru dengan kemampuannya sendiri telah menciptakan sumber energi baru,” kata hakim.
Begitu pula, sambung Aswanto, dengan pengertian “sumber energi terbarukan” yang dirumuskan pada Pasal 1 angka 6 UU Energi. Menurut Mahkamah, pengertian “sumber energi terbarukan” yang dirumuskan oleh pembentuk undang-undang telah sangat jelas, yaitu semua hal di alam yang mampu menghasilkan energi dan (relatif) tidak akan pernah habis.