Selasa 11 Jul 2017 09:45 WIB

Cerita Siswa Madrasah Menghafal Alquran di Tanah Wali

 Sejumlah santri tahfiz Alquran (Ilustrasi)
Sejumlah santri tahfiz Alquran (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah Madrasah di Kabupaten Demak mengembangkan konsep madrasah berbasis tahfidz Alquran. Otak kanan bisa dimaksimalkan dengan memberi nilai tambah pada jam luar kelas. Hafalan bisa diberikan dengan senang layaknya bermain-main tanpa menambah beban studi akademik.

Matahari belum naik sepenggalah di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 2 Demak, Desa Karang Tengah, Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masih setengah jam lagi sebelum bel masuk kelas berbunyi pada pukul 07.00 WIB.

Membawa Alquran, siswa-siswi sekolah itu berkumpul di pelataran masjid yang terletak di bagian depan kompleks madrasah, sebelah lapangan olahraga. Secara serentak dan padu, mereka membunyikan ayat-ayat Alquran secara bersamaan, dipandu seorang guru pembimbing. Ayat-ayat yang sama terdengar dibaca berulang-ulang.

Tak kurang 200 siswa bersama-sama dibimbing menghafalkan surat an-Nazi’at ayat 22, 23, dan 24. Metodenya cukup unik. Guru pembimbing, Ustazah Maulida Khasanah yang juga hafal Alquran, berdiri di depan menghadap siswa. Dia terlebih dahulu melafalkan surah an-Nazi’at ayat 22: “Tsumma adbara yas’aa”. Lalu semua siswa menirukan bacaanya secara serentak.

Setelah itu, melalui mikropon, pembimbing meminta para siswa menghadap ke kanan dan mengulang ayatnya. Lalu mengulangi lagi ayat itu dengan cara menghadap ke kiri, menghadap ke atas, bawah dan kembali menghadap ke depan dengan mata terpejam. Setelah lima kali repetisi, satu ayat bisa dihafal dengan baik oleh para siswa.

Setelah itu dilanjutkan dengan ayat berikutnya dengan metode yang sama hingga tiga ayat. Tiga ayat yang telah dihafal kemudian dibaca berkelanjutan dengan metode yang sama, yaitu dengan menghadap kanan, kiri, atas, bawah dan kembali menghadap ke depan dan mengucapkan kembali rangkaian ketiga ayat itu dengan mata terpejam. “Tsumma adbara yas’aa (QS. an-Nazi’at ayat 22), fahasyara fanaadaa (23), faqaala ana rabukum al-a’laa (24). Cara ini terbukti efektif, selama 30 menit sebelum masuk kelas, para siswa berhasil menghafal 3 ayat baru.

Hal ini rutin dilakukan setiap hari dan para siswa akan ditagih untuk menyetorkan kumpulan hafalan itu secara periodik. Metodenya ternyata sangat sederhana dan tidak mengganggu jam pelajaran di kelas. Siswa diminta menjaga hafalannya di rumah atau di waktu-waktu senggang saat di madrasah.

Kepala MTs Negeri 2 Demak, Karsono, mengatakan, program tahfiz merupakan pilihan wajib di madrasahnya. Semua anak didik, tanpa kecuali, dibebani target menghafal 1 juz, yaitu juz 30, dengan deadline setoran akhir sampai lulus madrasah karena di MTsN ini tahfidz Alquran dijadikan program dasar yang menjadi nilai plus, di samping prestasi akademik.  “Kami ingin prestasi akademik anak didik kami dilandasi dengan jiwa Qur’ani,” kata Karsono.

Untuk itu semua siswa diminta menyiapkan waktu 30 menit sebelum jam belajar untuk meningkatkan hafalan setiap hari. Untuk menjaganya, dipersilahkan mengatur sendiri waktunya. Khusus bagi yang mengikuti peminatan tahfidz lengkap, disediakan program kedua yang khusus bagi para pelajar tahfidz yang kini berjumlah 25 siswa. Mereka dibimbing khusus dengan target hafal 30 juz hingga lulus.

Pendidikan berbasis tahfiz

Di Kabupaten Demak, sejumlah madrasah tengah mengembangkan pendidikan berbasis tahfidz. Seperti halnya di MTsN 2 tersebut, materi hafalan Alquran diberikan di luar kelas agar tidak mengganggu jam pembelajaran dan tidak mengurangi prestasi akademik siswa. Sejak Januari lalu, sebanyak 12 madrasah di Demak telah menjalankan program ini dengan master metodologi yang sama.

Tahfizisasi madrasah di Demak diinisiasi oleh Kantor Kementerian Agama setempat sejak Januari lalu. Dalam waktu yang relatif singkat hasilnya sudah kelihatan. Sebanyak 12 madrasah pada jenjang MI, Mts, dan MA yang menjadi pilot project, tahun ini berhasil meluluskan siswa-siswinya dengan membekali mereka dengan hafalan Alquran juz 30. Sebuah hadiah menarik bagi orang tua siswa tentunya.

Menurut Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak, Muhammad Thobiq, hafalan juz 30 dianggap penting karena jus 30 merupakan bekal penting untuk berbagai peribadatan sehari-hari, terutama shalat. Selain itu, program ini akan membuat teknik mengaji para siswa menjadi bagus sehingga menunjang ibadahnya.

Tiga sekolahan yang leading menerapkan program ini adalah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Demak, MTsN 2 Demak, dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Mlaten, Kecamatan Mijen, Demak. Di MAN Demak, siswa-siswi telah fasih menghafal juz 30 menjelang ujian akhir lalu. Yang lebih menakjubkan adalah di MIN Mlaten, anak-anak kecil fasih membacakan satu surat lengkap apabila disebutkan nama suratnya.

Thobiq, mengaku gembira dengan perkembangan ini. Ia merupakan pemilik ide dan penggerak pertama mobilisasi madrasah berbasis tahfidz. Pada awalnya ia ingin agar madrasah memiliki diferensiasi dengan sekolah umum karena di daerah “hijau” seperti Demak, anak-anak sekolah umum pun berbaju panjang, berhijab, dan pandai membaca al-Quran.

Dengan fakta itu, ia ingin ada nilai lebih bagi siswa-siswi madrasah dan kemudian dicanangkanlah program tahfidz sebagai basis madrasah-madrasah di Demak. Namun dalam perkembangannya, ia mendapat laporan, program tahfidz ini ternyata memberikan pengaruh positif pada perilaku dan sopan santun siswa.

Untuk anak-anak usia sekolah dasar, hafalan Alquran rupanya lebih mudah diberikan dan lebih awet daripada anak usia di atasnya. Menurut Kepala MIN Mlaten, Badrid Duja, anak-anak terlihat happy saat diminta menirukan sebuat ayat dengan cara menghadap kiri, kanan, atas, bawah dan dengan terpejam. Hal itu dilakukan setiap pagi selama setengah jam sebelum pelajaran dimulai.

Dalam waktu enam bulan terakhir, siswa kelas 2 telah mengoleksi hafalan 6 surat panjang di juz 30 dari surat an-Naba’ hingga al-Infithar. “Mereka menghafal dengan santai tanpa membebani pelajaran.” katanya. Di MIN Mlaten, program tahfidz belum diterapkan di kelas 1. Pada kelas 1 siswa masih difokuskan pada cara membaca dan tahsin (memperbaiki) tajwidnya. Baru pada kelas 2 hingga kelas 4 beban hafalan diberikan.

Badrid Duja menyebut, ia ingin tahun 2020 mendatang, sebanyak seperempat dari 480 siswanya telah mencapai hafalan 5 juz. Hal ini telah dikonsultasikan kepada orangtua siswa dan mendapat dukungan penuh. Di desa agraris ini, para orang tua siswa kebanyakan adalah para petani yang agamis.

Untuk itu mereka tidak dipungut biaya ekstra. Siswa hanya perlu menabung Rp 1000 per hari untuk membeli Alquran tahfidz versi empat warna. Dukungan orang tua siswa di MIN Mlaten direpresentasikan oleh Komite Madrasah yang menyumbang bangunan dua lantai di bagian depan madrasah dan mobil minibus untuk sarana antar-jemput siswa.

sumber : kemenag.go.id
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement