REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman berkolaborasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menyusun suatu indikator ekonomi maritim nasional dengan data yang dinilai dapat dipertanggungjawabkan.
"Ekonomi maritim Indonesia ini terdiri dari sembilan sektor yaitu perikanan, ESDM, industri buioteknologi, industri maritim, jasa maritim, wisata bahari, perhubungan laut, bangunan laut, dan hankam laut," kata Menko Maritim Luhut Pandjaitan dalam kata sambutan Rakornas Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) yang digelar di Jakarta, Selasa (11/7).
Menko Maritim memaparkan, kesembilan sektor itu ditentukan dari UU Nomor 32/2014 tentang Kelautan dan perhitungan setiap sektor/subsektor dilakukan berdasar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI) Indonesia 2015.
Berdasarkan sembilan sektor dan KBLI Indonesia tersebut, indikator ekonomi maritim Indonesia saat ini mencapai 6,04 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB) 2016 dengan nilai Rp 749 triliun.
Sementara tenaga kerja Indonesia pada ekonomi maritim mencapai sekitar 3,6 juta orang dengan nilai ekospor ekonomi maritim pada 2016 mencapai 12,5 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Kepala Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar menangkis tudingan yang beranggapan bahwa perhitungan nilai tukar nelayan yang mengukur tingkat kesejahteraan adalah tidak benar, karena nilai tukar nelayan bukan hasil rekayasa.
Zulficar Mochtar dalam konferensi pers di KKP, Jakarta, Senin (19/6), menyatakan, nilai tukar nelayan atau NTN merupakan hasil perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) yang akurat dan berdasarkan metodologi yang telah diuji kadar keilmiahannya.
Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Statistik dan Produksi BPS Adi Lukmasono juga mengingatkan, di BPS juga ada lembaga pengawas seperti ada Forum Masyarakat Statistik yang terdiri dari pakar-pakar dari perguruan tinggi nasional.
Adi Lukmasono mengemukakan bahwa bila ada masukan dari masyarakat yang mempertanyakan terkait validitas data statistik nasional, maka BPS juga akan dipanggil oleh forum tersebut untuk menjawab permasalahan itu.
Sedangkan pengamat sektor kelautan dan perikanan, Abdul Halim mengingatkan, nelayan tradisional atau kecil yang tersebar di berbagai daerah perlu peningkatan akses terhadap permodalan guna mengembangkan sektor perikanan di Tanah Air. "Terhubungnya hulu hilir sektor perikanan memberikan kepastian usaha bagi nelayan, termasuk urusan permodalan," kata Abdul Halim.
Menurut dia, peningkatan akses permodalan akan sangat membantu para nelayan dalam mengembangkan usahanya serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya.