Selasa 11 Jul 2017 16:22 WIB

Aliansi Nelayan Indonesia Diterima Istana

Nelayan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/7).
Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Nelayan melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Istana Negara menemui Aliansi Nelayan Indonesia yang menggelar aksi unjuk rasa pada pukul 09.00 WIB - 15 WIB di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (11/7). "Kami, Aliansi Nelayan Indonesia telah bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki. Beliau menyampaikan empat hal rekomendasi terkait kebijakan cantrang," kata Koordinator Lapangan Aliansi Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa.

Empat rekomendasi tersebut yaitu, pertama, nelayan akan diberikan waktu hingga akhir 2017 untuk bisa melaut dan menggunakan cantrang. Kedua, pemerintah berjanji melakukan kajian lebih lanjut mengenai dampak dari kerusakan lingkungan oleh cantrang.

Apabila tidak terbukti merusak, nelayan meminta cantrang dilegalkan secara nasional. Ketiga, Presiden berjanji akan mengunjungi sentra-sentra perikanan yang memproduksi ikan dengan menggunakan cantrang. Keempat, Presiden juga berjanji akan menemui aliansi nelayan secara langsung.

Sekitar seribu masyarakat nelayan Indonesia mengadakan aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, menuntut kebijakan pengelolaan cantrang.  "Kita dukung kebijakan Presiden, tapi jangan bunuh perekonomian kami. Jangan tolak cantrang, tapi dikelola," teriak salah satu orator aksi di depan Istana Merdeka.

Peserta aksi dipusatkan di depan pintu masuk Monumen Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat, tepatnya jalan Silang Monas Barat Laut. Menurut informasi dari orator, sebanyak 15 perwakilan dari daerah akan ditemui oleh pihak istana untuk menyampaikan aspirasinya.

Aksi ini sebagai bentuk keprihatinan atas pelarangan alat tangkap oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Koordinator Lapangan Aliansi Nelayan Indonesia Rusdianto Samawa mengatakan sebanyak 10 tuntutan akan disampaikan dalam aksi tersebut.

Tuntutan itu, di antaranya melegalkan cantrang, payang, dan lainnya sebagai alat tangkap nelayan secara permanen tanpa ada perbedaan cara pandang terhadap nelayan. Tuntutan lainnya adalah mendesak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk membatalkan seluruh peraturan yang dibuat oleh Menteri Susi Pudjiastuti karena dinilai berdampak pada kehancuran perikanan Indonesia, sesuai Inpres Nomor 7 Tahun 2016.

Mereka juga meminta kepada Presiden Jokowi segera menerbitkan surat izin penangkapan ikan (SIPI) kapal nelayan. Tujuannya agar bisa menjamin pasokan bahan baku ikan ke industri atau unit pengolahan ikan (UPI) di seluruh Indonesia yang saat ini mati karena ketiadaan bahan baku ikan akibat pelarangan alat tangkap cantrang, payang, dan lainnya. "Prosedur perizinan operasional kapal nelayan berbelit-belit. Jutaan nelayan dan buruh pengolah ikan sekarang kehilangan penghasilan," kata Rusdianto.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement