REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Dokumen Departemen Pertahanan Australia yang bocor menunjukkan rahasia pasukan khusus Australia (SAS) di Afghanistan.
Ratusan halaman dokumen pertahanan rahasia yang bocor ke ABC memberikan pandangan yang belum diketahui sebelumnya, soal operasi rahasia pasukan khusus Australia di Afghanistan, termasuk dalam dokumen tersebut adalah insiden tentara Australia yang membunuh pria dan anak-anak yang tidak bersenjata.
ABC mengungkapkan beberapa kasus yang diperinci dalam dokumen tersebut kini sedang diselidiki dengan kemungkinan tuduhan pembunuhan secara melawan hukum. Sebelumnya, ABC menurunkan laporan soal dugaan pembunuhan seorang anak laki-laki Afghanistan yang ditutup-tutupi, serta insiden lain yang diduga menyebabkan kematian seorang ayah dan anak dalam sebuah serangan.
Dokumen-dokumen tersebut, kebanyakan diberi tanda AUSTEO atau Australian Eyes Only menunjukkan keresahan di kalangan pejabat tinggi militer Australia mengenai kultur pasukan khusus Australia, saat mereka terlibat dalam perang mematikan dan tersembunyi melawan pemberontak di sebuah kawasan Afghanistan selatan.
Satu dokumen dari tahun 2014 mengacu pada "masalah-masalah" yang mendarah daging dalam pasukan khusus, sebuah "budaya organisasi", termasuk "budaya prajurit" dan petugas yang memilih menutup mata terhadap perilaku buruk.
Dokumen lain mengacu pada "upaya mengurangi rasa takut atau desensitisasi" dan "menghilangkan nilai-nilai" di antara tentara Satuan Khusus Udara yang bertugas di Afghanistan, sementara yang lainnya menyinggung perpecahan yang mendalam antara dua unit di tubuh pasukan khusus, yakni SAS yang berbasis di Perth dan Resimen Komando 2 yang berbasis di Sydney.
Sebagian besar isi dokumen melaporkan setidaknya 10 insiden antara 2009-2013, di mana pasukan khusus menembak mati pemberontak, termasuk pria dan anak-anak yang tidak bersenjata.
Inspektur Jenderal Angkatan Bersenjata Australia (Australia Defence Force atau ADF) sedang menyelidiki setidaknya dua insiden tersebut sebagai bagian dari penyelidikannya terhadap tindakan di Afghanistan oleh pasukan khusus, termasuk pembunuhan yang diduga melanggar hukum.
Dua insiden tersebut, keduanya terjadi pada September 2013 adalah kematian seorang pria dan anak laki-laki berusia enam tahun saat sebuah penggerebekan di sebuah rumah, seperti yang dilaporkan ABC kemarin (10/7), serta pembunuhan seorang tahanan yang sedang sendirian dengan seorang tentara Australia dan diduga berusaha merebut senjatanya.
Sebuah laporan dari insiden 2013 lainnya adalah saat seorang pria Afghanistan mengendarai sepeda motor yang dibunuh tentara Australia, dan seorang penumpang wanita diduga terluka. Laporan tersebut menyebutkan pihak berwenang Afghanistan menjadi semakin resah karena tentara Australia diduga membunuh warga sipil tak bersenjata. Pihak berwenang Afghanistan mengancam akan berhenti bekerja sama dengan Australia.
Dokumen-dokumen tersebut juga memberikan rincian terbaru dari beberapa insiden beberapa insiden buruk yang terkenal, termasuk pemutusan tangan mayat pejuang Taliban oleh tentara Australia.
Laporan tersebut menunjukkan anggota Federal Liberal, Andrew Hastie yang saat itu menjadi bagian dari SAS dan komandan tentara yang memotong tangan mayat pejuang Taliban tersebut, segera mengungkapkan kekhawatirannya akan apa yang terjadi dan melaporkan kejadian tersebut lewat jaringan komando.
Insiden tersebut juga menyebabkan ketegangan antara SAS dan Australian Investigative Service (ADFIS). Komandan Resimen SAS menulis surat kemarahan kepada kepala ADFIS, di mana dia menganggap ADFIS ingin menjatuhkan hukuman pada anggota SAS atas insiden tersebut sebagai upaya untuk menutupi kesalahan mereka sendiri.
Surat lain, dikirim seorang perwira senior dari Komando 2 di 2013 kepada Kepala Angkatan Darat, David Morrison, menunjukkan keretakan antara SAS dan Komando 2.
Surat tersebut, sebagai tanggapan atas klaim yang dibuat oleh juara SAS Victoria Cross Mark Donaldson dalam otobiografinya, mengatakan hubungan antara kedua unit berada di "ujung pisau yang berbahaya" dan "keadaannya sangat tidak sehat".
Dokumen yang paling berat dan kompleks adalah dokumen yang mengatur dalam kondisi apa tentara Australia dapat menembak mati. Pada 2013, dipicu oleh sebuah insiden di tahun sebelumnya di mana tentara Australia membunuh dua warga Afghanistan tak bersenjata, serangkaian arahan dan memo dikeluarkan oleh petinggi angkatan bersenjata yang menekankan perlunya memastikan warga Afghanistan "secara langsung berpartisipasi dalam pertempuran" sebelum menembak mereka.
Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan betapa sulitnya menemukan kepastian ini, terutama mengenai saat warga Afghanistan yang terus mengawasi dan menyampaikan informasi, istilahnya spotter kepada pejuang Taliban tanpa memiliki senjata.
Seperti yang disebutkan dalam dokumen, spotter bisa ditembak karena mengendarai sepeda motor dengan cara maju dan berhenti berkali-kali, berbicara di radio, atau "bermanuver untuk mendapatkan keuntungan secara taktis".
Namun saat Australia mulai mundur dari operasi di Afghanistan, diduga untuk mengizinkan pasukan keamanan Afghanistan bertanggung jawab atas keamanan di provinsi Uruzgan, seorang perwira Australia mengisyaratkan kesabaran Afghanistan mulai hilang.
"Pergeseran ini mungkin memerlukan tinjauan dari bukti-bukti yang dipenuhi, karena perlunya melibatkan spotter yang dianggap berpartisipasi langsung dalam pertikaian," tulisnya setelah seorang pria Afghanistan pengendara sepeda motor ditembak mati, namun tentara Australia dibebaskan dari bertanggung jawab.
"Perlunya [pasukan khusus] untuk menekan keuntungan secara taktis dari keterlibatan tersebut perlu dipertimbangkan terhadap kerugian politik, akibat tuduhan korban sipil terhadap [pasukan Koalisi] pada tahap ini."
Simak lebih lanjut dokumen-dokumen tersebut dan baca laporan lengkap yang terungkap dari penyelidikan ABC: The Afghan Files (dalam Bahasa Inggris).
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 11/07/2017 pukul 11:30 AEST