Selasa 11 Jul 2017 20:43 WIB
Mengenal Ilmuwan Muslim

Al Farabi: Musik Ciptakan Ketenangan dan Mengendalikan Emosi

Ilustrasi Musik
Foto: pixabay
Ilustrasi Musik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Istana Suriah tengah menggelar pertunjukan musik. Sang amir, Safy Ad Daulah mengundang para musisi ternama untuk menghibur warga istana dan para tamu. Tampak Al Farabi ada di deretan para tamu. Tapi, ia tak puas dengan pertunjukan tersebut. Ia pun meminta izin amir untuk memainkan alat musik.

Para tamu pun dibuat terbuai oleh Al Farabi. Pertama, ia memainkan sebuah komposisi musik, lalu semua hadirin tiba-tiba tertawa. Kemudian, ia mengubah komposisinya, tiba-tiba menangislah seluruh hadirin. Lagi, Al Farabi mengganti komposisi lagunya, lalu semua hadirin pun tertidur. Al Farabi benar-benar menghipnotis istana dengan alunan musik yang ia mainkan.

Bukan hanya seorang filsuf yang pandai bermain akal, Al Farabi juga terkenal sebagai musikus andal. Ia bahkan bukan lain adalah penemu not musik. Penemuan not musik tersebut dijabarkan Al Farabi dalam karyanya al Musiqa al kabir (The Great Book of Music).  Buku itu pun menjadi rujukan utama para musisi klasik Barat. Ilmu dasar musik tercantum dalam karya fenomenalnya tersebut.

Musik dalam pandangan Al Farabi dapat menciptakan ketenangan dan mampu mengendalikan emosi. Ia pun meneliti musik sebagai terapi penyakit psikologis. Al Farabi kemudian mencipatakan prinsip-prinsip filosofis tentang musik, baik kualitas kosmik dan pengaruhnya. Ia kemudian menangani akal dengan terapi musik dan mendapati adanya efek terapi musik di jiwa.

Selain di bidang musik, Al Farabi juga sangat pawai dalam ilmu politik. Bahkan, dari sekian ilmu yang ia geluti, politik termasuk keahliannya yang utama. Sebagai seorang filsuf, ia pun menghubungkan antara filsafat dan wahyu sebagai dasar pemikirannya tentang politik.

Menurut Antony Black, proyek Al Farabi adalah menggabungkan dua wacana, yakni Yahudi-Islam dan Platonik-Hellenis. Ia tidak mempertanyakan apakah Tuhan, rakyat, dan imam merupakan fondasi alam semesta dan tonggak eksistensi manusia. Filsafat Neo-Platonis menyatakan Tuhan, manusia, serta lingkungan spiritual dan material saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain. Sementara, Al Farabi memandang hal itu sebagai sarana untuk memahami dan menafsirkan pesan-pesan nabi.

Al Farabi, menurut Black, adalah orang pertama yang memisahkan filsafat dari teologi. Dia jauh lebih memperhatikan teori politik dibandingkan dengan filsuf Islam. Ia percaya, dalam Mahatinggi yang telah menciptakan dunia melalui pelaksanaan intelijen seimbang. Ia juga menegaskan, ini merupakan fakultas rasional yang sama untuk menjadi satu-satunya bagian dari manusia yang abadi.

Disarikan dari Pusat Data Republika

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement