REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting menilai Pansus angket KPK memang tidak objektif sejak awal menggulirkan hak angket meski mengundang para ahli untuk dimintai pendapat. Sebelumnya, Pansus Angket KPK mengundang sedikitnya tiga pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, Romli Atmasasmita, dan Zain Badjeber.
"Ya jadi isunya bukan di ahli yang diundang, dari awal Pansus berposisi tidak objektif," kata Miko, Selasa (11/7).
Menurut Miko, persoalannya bukan pada pakar yang diundang. Tetapi upaya-upaya Pansus Angket KPK dinilainya tidak tepat sedari awal. Sehingga, semua aktivitas yang kemudian dilakukan, seperti wawancara narapidana korupsi ke Lapas, sulit dihindarkan dari kesan mencari-cari kesalahan KPK.
"Mereka (pakar) juga harus dihormati, Pak Yusril yang pernah di Kementerian Hukum, HAM, Prof Romli penggagas UU KPK," kata dia.
Menurut Miko, mengundang sejumlah pakar bukan persoalan tunggal. Tetapi bagaimana tindakan Pansus hak angket memang tidak bersifat objektif sejak awal. "Dugaan tidak objektif kuat sekali sehingga kemudian mengundang pihak yang sejalan," katanya.
Menurutnya, sejak awal, prosedur pembentukan Pansus angket secara hukum bermasalah. Lalu, asumsi-asumsi yang dibangun juga dinilai Miko tidak tepat.
Sebelumnya Indonesian Corruption Watch (ICW) sempat memberikan pernyataan terkait Yusril dan Romli yang diragukan objektivitasnya. Sosok Yusril yang juga Ketum PBB, menurut ICW tidak bisa dilepaskan dari perannya sebagai politisi. Sedangkan DPR menganggap pakar yang berpandangan kontra telah diwakili Zain Badjeber.