Selasa 11 Jul 2017 23:35 WIB

Masyarakat Kalteng Pro Kontra Soal Pemindahan Ibukota

Rep: Kabul Astuti/ Red: Bayu Hermawan
Monumen Nasional (monas).
Foto: Republika/Shelbi Asrianti
Monumen Nasional (monas).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merencanakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Tengah Asdi Narang, mengatakan suara-suara masyarakat di daerah masih penuh pro kontra.

"Kemarin saya pulang juga, ngobrol-ngobrol sama masyarakat di sana. Ya masih ada pro kontra juga. Ada yang setuju, ada yang nggak setuju. Mereka kan nggak mau seperti di Jakarta, malah orang aslinya malah tersingkir," kata Asdi kepada Republika.co.id, Selasa (11/7).

Asdi mengatakan sebagian warga tidak sepakat karena khawatir akan tersingkir oleh lonjakan pendatang baru. Mereka berpendapat Kalteng lebih baik tetap seperti sekarang. Warga lainnya sepakat dengan rencana pemindahan ibukota. Salah satunya, alasan ekonomi. Pemindahan ibukota dipandang akan mengangkat nama Kalteng.

Asdi mengungkapkan dirinya sepakat dengan wacana pemindahan ibukota ke luar Jawa. Menurut dia, tidak tepat kalau ibukota pemerintahan dan perekonomian semua terpusat di Jakarta. Kondisi di Jakarta sudah macet parah. Menurutnya, ibukota pemerintahan memang harus di luar Jawa.

"Saya setuju kalau ibukota pemerintahan harus di luar Jawa. Kalau nggak begitu kan pembangunan tidak merata nanti. Saat ini saja pembangunan kita tidak merata, semua fokus di Jawa. Tetapi kan harus diatur yang benar, bagaimana sistemnya nanti," kata Asdi.

Asdi menyatakan pemindahan ibukota ini harus direncanakan masak-masak. Menurut dia, harus dipikirkan secara serius terkait pembiayaan dan infrastruktur. Terkait lahan, kata Asdi, masih tersedia lahan yang luas di Kalimantan Tengah. Rencananya, bahkan akan disiapkan 300 ribu hektare untuk ibukota yang baru ini. Namun, dibutuhkan biaya yang besar karena infrastruktur yang ada masih belum maksimal.

Asdi mengungkapkan rencana pemindahan ibukota ini sudah muncul sejak era Soekarno. Kalteng dinilai strategis karena lokasinya persis di tengah-tengah Indonesia. Kalteng juga relatif aman dari bencana. Tidak ada ancaman gempa bumi atau gunung meletus.

Meski demikian, politikus PDIP ini melanjutkan, pemerintah sampai sekarang juga belum menyepakati lokasi ibukota yang baru. Masih ada beberapa opsi, di antaranya Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Rencana pemindahan ibukota ini masih dipelajari sampai akhir 2018.

"Harus dipikirkan bagaimana dengan infratrukturnya dan orang-orang daerah di sana. Jangan sampai orang-orang Dayak, orang asli Kalimantan Tengah tersingkir. Ini harus benar-benar disusun yang benar," kata anggota DPD RI ini.

Ada banyak kabar beredar pasca rencana pemindahan ibukota ini, salah satunya tentang harga tanah di Palangkaraya yang meroket. Asdi mengakui banyak kolega menghubunginya minta dicarikan tanah. Sebagian koleganya mengatakan ingin membuka usaha, kantor cabang, dan sebagainya.

"Tapi saya bilang enggak ada. Enggak dijual. Banyak orang pada nyari (tanah) memang benar. Lagipula masyarakat sana udah pintar-pintar, ngapain dijual," tuturnya sembari tertawa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement