REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia R Danes mengungkapkan pemerintah masih menghadapi banyak hambatan dalam upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang.
Terbatasnya ketersediaan anggaran dan minimnya SDM berkualitas menjadi contoh faktor penghambat.
"Di samping itu, komitmen para pengambil keputusan dan pimpinan daerah terhadap isu perdagangan orang juga masih rendah," ujarnya saat penutupan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PP TPPO) di Kota Manado, Sulawesi Utara, Selasa (11/7).
Di samping faktor internal pemerintahan, Vennetia juga melihat adanya hambatan eksternal. Budaya konsumtif dan hedonisme di masyarakat dan keinginan mendapatkan sesuatu secara instan dan mudah juga menjadi hambatan proses pencegahan dan penanganan TPPO.
"Kemiskinan dan kurangnya kesempatan kerja membuat banyak tenaga kerja mencari pekerjaan ke luar negeri tanpa persiapan dan bekal keterampilan yang memadai," kata Vennetia melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (11/7).
Selain itu, minimnya pemahaman masyarakat tentang TPPO juga menjadi kendala tersendiri. Masyarakat masih banyak yang tidak sadar telah menjadi korban TPPO.
Saat ini, kemajuan teknologi informasi juga dimanfaatkan para pelaku untuk menjerat korbannya dengan berbagai cara. Hal ini juga menambah masalah.
"Mirisnya, perempuan dan anak menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban perdagangan orang," ucapnya.
Di lain sisi, pemerintah masih menghadapi perbedaan pemahaman di antara aparat penegak hukum (APH) terkait TPPO. "Akibatnya, penegakan hukum kurang maksimal," ungkapnya.