REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Selama tahun ini, petani lada di wilayah Lampung tidak bisa berbuat banyak, lantaran harga lada di tingkat petani terus merosot tajam. Saat ini komoditas andalan Lampung tersebut telah menyentuh harga Rp 37 ribu per kilogarm (kg). Padahal tahun lalu tembus Rp 120 ribu per kg.
“Tahun ini harga lada kami hancur. Sekarang dibeli orang Rp 37 ribu per kg,” kata Hafaz, petani lada di Desa Hanura, Kecamatan Hanura, Kabupaten Pesawaran, Lampung kepada Republika.co.id, Rabu (12/7).
Kebun ladanya lebih dari tiga hektare tidak menghasilkan uang pada tahun ini. Menurutnya berbeda dengan tahun sebelumnya, harga lada masih tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak-anak.
Ia dan petani lada lainnya tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk bertahan di dunia perkebunan. Menurutnya, komoditas perkebunan andalan Lampung seperti kopi, singkong, karet dan sawit sebelumnya sudah anjlok menyusul terakhir lada.
Hal sama dialami petani lada di Kabupaten Lampung Timur. Menurut Darso, petani lada di Pekalongan, harga lada sekarang Rp 40 ribu per kg. Bulan sebelumnya masih Rp 50 ribu per kg. Ia terpaksa mencari pekerjaan lain berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Lampung Dessy Desmaniar Romas menyatakan, anjloknya harga lada di Indonesia terutama di Lampung karena mutu komoditas andalan Lampung tersebut mengalami penurunan, karena faktor cuaca. Dampak lain, karena lada asal Vietnam menguasai pasar global.
Ia mengatakan untuk meningkatkan kualitas lada asal Lampung, pihaknya telah mencanangkan penyiapan bibit baru yang unggul dan pencegahan penyakit tanaman lada petani. Menurut dia, komoditas lada sebagai andalan dan unggulan Provinsi Lampung semakin lama semakin tergerus dengan merosotnya harga lada dunia. Padahal, produksi lada di Lampung terbesar nasional dan menjadi kebanggaan masyarakat Lampung sejak zaman kolonial.