REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, kemajuan pelaksanaan perekonomian Indonesia dalam kurun waktu 10-15 tahun terakhir tertinggal dari Malaysia dan Thailand. Ada dua kesalahan yang menyebabkan perekonomian Indonesia tertinggal yakni adanya kebijakan yang tidak sesuai dan subsidi yang terlalu besar.
"Kita kehilangan banyak karena kebijakan yang tidak sesuai, karena mengikuti alur pikir yang saat itu dinilai paling benar," ujar JK dalam Pembukaan Simposium Nasional di Gedung Nusantara IV Komplek MPR/DPR, Jakarta, Rabu (12/7).
Selain itu, subsidi yang diberikan pemerintah pada 2013-2014 terlalu besar yakni mencapai 30 persen dari APBN. Jusuf Kalla mengatakan, subsidi tersebut jika diukur dengan nilai saat ini bisa mencapai Rp 6 ribu triliun.
"Kalau Rp 6 ribu triliun itu sama dengan 25 tahun kita membangun infrastruktur, bayangkan kalau saja setengahnya itu untuk pembangunan pasti kita bisa maju lewati Thailand dan Malaysia," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla berharap, kedepannya kebijakan bisa menjadi lebih baik karena saat ini seluruh negara di dunia mengedepankan tujuan untuk mencapai kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan. Menurutnya, saat ini kebijakan pemerintah lebih fokus kepada menciptakan keadilan dan kemakmuran bagi masyarakat. Selain itu, dia berpesan agar DPR harus mendahulukan belanja APBN untuk pembangunan masyarakat.
Sebelumnya, anggota DPR mengusulkan untuk merelaksasi batas defisit anggaran dari tiga persen menjadi lima persen. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa batas maksimal defisit anggaran sebesar tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara rasio utang maksimal yang diperbolehkan sebesar 60 persen terhadap PDB.