REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa hasil rapat konsultasi KPU, DPR, dan pemerintah tidak mengikat. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Arif Wibowo, mengatakan putusan MK dalam uji materi Pasal 9 huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ini masih menyisakan masalah.
Dengan adanya keputusan MK Arif mengatakan, sebenarnya kembali pada peraturan yang sudah ada, yakni UU No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu. Dalam UU tersebut diatur kewajiban rapat konsultasi. Rapat konsultasi ini dimaksudkan agar KPU memahami original intent undang-undang sehingga bisa menjadi pedoman bagi KPU untuk menyusun peraturan teknis.
Arif menuturkan aturan ini berkaca pada pengalaman masa lalu dimana KPU tidak memahami undang-undang sehingga membuat peraturan teknis yang justru menyimpangi undang-undang. Padahal, KPU adalah pelaksana undang-undang. Di dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, DPR kemudian memutuskan bahwa hasil rapat konsultasi bersifat mengikat.
"Sebenarnya tidak ada masalah. Tapi masih ada undang-undang yang lain, yakni UU MD3 yang menyatakan bahwa dalam rapat dengar pendapat antara DPR dan pemerintah, termasuk di dalamnya KPU itu putusannya, kesimpulan rapatnya, bersifat mengikat," kata Arif kepada Republika.co.id, Rabu (12/7).
Arif mengatakan posisi yang dijadikan acuan (standing position) antara KPU dan DPR berbeda. KPU menggugat UU Pilkada karena lembaga itu berdasar pada UU 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu. Tapi jika mengacu pada Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), hasil rapat antara KPU dengan DPR tetap tetap mengikat.
Menurut Arif, putusan ini akan menjadi problem pada tataran praktik. Kalau yang digunakan adalah Undang-Undang MD3, maka sifat mengikat itu masih tetap. Tetapi kalau yang digunakan adalah UU 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, maka sifat mengikatnya tidak ada. "Seharusnya putusan MK itu menyangkut UU tentang MD3 juga," ujarnya.
Meski tidak lagi bersifat mengikat, Arif menjelaskan, hasil putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak serta merta meniadakan institusi rapat konsultasi. Rapat konsultasi sudah diatur dalam UU No 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu.
Arif mengungkapkan, putusan ini berimplikasi hubungan antar lembaga negara. Menurut dia, konflik atau sengketa antar lembaga negara juga harus diselesaikan oleh MK. Harapannya, lanjut Arif, sebenarnya lebih kepada bagaimana upaya KPU untuk menerjemahkan undang-undang dengan benar, setelah dijelaskan oleh DPR sebagai penyusun undang-undang.
Jika KPU masih menyimpang, DPR dapat mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung terhadap peraturan KPU. "Karena itu, sebenarnya kami mendorong agar KPU cermat dalam penyusunan peraturan teknis yang menjadi kewenangan atributif KPU dan tetap merujuk pada original intent undang-undang itu," kata Arif.