REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Singapura menyatakan komitmennya untuk melakukan pertukaran data dan informasi perpajakan secara otomatis dengan Indonesia. Langkah ini diyakini bisa memperkecil ruang gerak para pengemplang pajak yang selama ini leluasa menyimpan harta mereka di Singapura tanpa dilaporkan dengan otoritas pajak Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, dirinya telah melakukan pertemuan tertutup dengan Menteri Senior Bidang Hukum dan Keuangan Singapura, Indranee Rajah di Jakarta, Rabu (12/7). Sri menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dilakukan untuk memperjelas posisi kedua negara dalam hal kesetaraan fungsi perpajakan. Pertukaran perpajakan secara otomatis baru bisa dilakukan bila negara-negara yang terlibat berkomitmen untuk menjalankan pengelolaan perpajakan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Sri menyebutkan bahwa Singapura telah menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) terkait AEoI. Langkah ini juga sejalan dengan Common Reporting Standard (CRS) pada 21 Juni 2017, di mana Singapura telah memasukkan Indonesia ke dalam daftar mitra kami yang dimaksudkan dalam MCAA. MCAA merupakan bentuk kesepakatan yang menyediakan standardisasi dan skema efisiensi guna memfasilitasi AEoI ke depannya. Hal ini sekaligus untuk menghindari adanya kersepakatan bilateral secara terpisah yang harus dilakukan.
Sementara itu, Indonesia menandatangani kesepekatan yang sama dalam bentuk MCAA di Paris, Prancis pada 3 Juni 2017 lalu. Artinya, baik Indonesia dan Singapura masuk dalam kesepekatan MCAA dan memungkinkan keduanya untuk memiliki posisi setara dalam standar pengelolaan perpajakan.
"Indonesia secara otomatis akan memiliki efektif agreement seperti yang kita dapatkan dengan Hongkong secara bilateral dan Switzerland secara bilateral," ujar Sri usai Konferensi Perpajakan Internasional yang digelar oleh Kementerian Keuangan dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Jakarta, Rabu (12/7).
Dengan kesepakatan MCAA oleh Indonesia dan Singapura, maka kedua negara secara otomatis akan melakukan pertukaran informasi keuangan begitu era keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan (AEoI / Automatic Exchange of Information) dilakukan pada 2018 mendatang. Indonesia, kata Sri, telah berupaya menyamakan dan mengikuti standardisasi yang diterapkan oleh dunia, termasuk dengan membuat regulasi primer yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Tak hanya itu, Sri juga menegaskan komitmen pemerintah untuk memperbaiki sistem teknologi informasi di internal otoritas pajak agar data yang dipertukarkan bisa dijamin keamanannya. "OECD akan mereview pada September (2017). Kalau memenuhi, maka kita dianggap memenuhi syarat untuk AEoI," ujar Sri.
Pertukaran informasi keuangan yang berlaku secara global akan berlaku otomatis pula untuk Indonesia dengan Singapura. Sri mengakui pentingnya posisi Singapura bagi pemerintah Indonesia dalam menekan para pengemplang pajak. Ia menyebutkan, melalui pertukaran informasi perpajakan secara otomatis Indonesia mampu mendeteksi pergerakan pembayar pajak. Sementara bagi Singapura, lanjutnya, mereka bisa mendeteksi pula informasi perpajakan oleh wajib pajak Singapura di Indonesia. "Kita juga diharapkan bisa mendapatkan berapa kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi," kata Sri.
Singapura merupakan salah satu sasaran utama negara mitra kerja sama lantaran besarnya nilai harta dan aset wajib pajak Indonesia yang tersimpan di negara tetangga tersebut. Kementerian Keuangan mencatat bahwa dari 250 miliar dolar AS (Rp 3.250 triliun) harta orang-orang dengan kekayaan sangat tinggi dari Indonesia di luar negeri, terdapat sekitar 200 miliar dolar AS (Rp 2.600 triliun) disimpan di Singapura. Dari Rp 2.600 triliun kekayaan WNI di Singapura, sekitar Rp 650 triliun berada dalam bentuk "non-investable assets" seperti properti.
Program amnesti pajak yang berjalan selama 9 bulan hingga Maret 2017 lalu, baru berhasil mencatatkan deklarasi harta dari Singapura sebesar Rp 751,19 triliun atau 73 persen dari seluruh deklarasi harta di luar negeri. Sementara dana yang berhasil ditarik kembali melalui repatriasi harta sebesar Rp 84,52 triliun atau 57 persen dari seluruh repatriasi.