Kamis 13 Jul 2017 04:32 WIB

Revisi UU Terorisme akan Bahas Penyadapan Langsung oleh BIN

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Terorisme
Foto: Foto : MgRol_92
Ilustrasi Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Panitia khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bersama pemerintah sepakat mengatur lebih detail poin penyadapan atau interception dalam rangka pencegahan terorisme.

Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme Supiadin Aries Saputra mengatakan poin yang ditekankan dalam revisi UU, penyadapan haruslah dilakukan dengan seizin pengadilan negeri. Tak hanya itu, proses penyadapan juga memiliki batas waktu tertentu.

"Mayoritas umumnya pengadilan dan untuk penyadapan harus melalui bukti permulaan yang cukup, bukan semaunya orang," ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (12/7).

Namun menurut Supiadin ada keadaan tertentu yang dinilai keadaan luar biasa, di mana penyadapan boleh langsung dilakukan. Sementara izin dari pengadilan, baru dilakukan setelah dilakukan penyadapan tersebut.

Hal ini, kata Supiadin dilakukan untuk betul-betul memaksimalkan pencegahan sebelum terjadi aksi terorisme. "Maka dari itu dalam keadaan luar biasa. Misalnya terdeteksi dia melakukan suatu gerakan yang akan segera eksekusi, kita langsung sadap. Begitu disadap, langsung pencegahan. Konteks intelijen dalam rangka pencegahan atau penindakan untuk pencegahan," ujarnya.

Namun terkait kondisi luar biasa yang dimaksud, pemerintah masih harus memformulasikannya kembali. "Saya minta dijelaskan apa yang dimaksud keadaan luar biasa bukan dalam keadaan terpaksa. Di dalamnya terpaksa salah satunya, membahayakan, itu kan luar biasa," kata dia.

Selain itu, sesuai konteks pencegahan, dalam revisi UU terorisme juga akan mengatur peran Badan Intelijen Negara (BIN) ikut terlibat dalam proses penyadapan pencegahan aksi terorisme. Bahkan diusulkan BIN yang menjadi pihak yang mengkoordinasikan operasi intelejen dari masing-masing lembaga berwenang dalam pencegahan aksi terorisme.

Menurut Supiadin, hal ini karena BIN dinilai mampu mencegah terorisme sejak dari awal, tetapi belum ada ketentuan yang mengatur poin tersebut. "Praktik sekarang harus diperkuat oleh UU. Karena yang lama belum diperjelas. Selama ini BIN belum terlihat dalam aksi terorisme. Padahal polisi itu dia harus menyadap berdasarkan hukum kalau ada indikasi. Kalau BIN itu mulai dari gejala, misal dia mengikuti dari awal. Misalnya mantan teroris, oleh BIN dimonitor terus," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement