REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 berlangsung sangat baik. Ia juga menilai kerja sama yang lebih kuat antar kedua negara besar tersebut dapat terjalin.
"Orang-orang mungkin berkata saya dan Putin tidak bisa berteman atau setidanya berhubungan baik? Tentu saja mereka salah, kami dari dua negara besar dengan kemampuan nuklir yang tinggi dan tidak mungkin tak bekerja sama sama sekali," ujar Trump dalam sebuah wawancara, dilansir BBC, Kamis (13/7).
Trump menyebutkan kesepakatan gencatan senjata yang tercapai di wilayah barat daya Suriah merupakan hasil kerja sama yang baik antara AS dan Rusia. Ia mengatakan itu menjadi salah satu bagaimana pentingnya dua pemimpin negara besar untuk terbuka dalam menjalin hubungan.
AS, Rusia, bersama dengan Yordania telah sepakat memberlakukan gencatan senjata di wilayah barat daya Suriah mulai Ahad (9/7) lalu. Gencatan senjata akan berlangsung di sepanjang titik yang disepakati antara Pemerintah Suriah dan oposisi.
Selama ini, AS dan Rusia telah berada di pihak berlawanan dalam konflik Suriah. Moskow mendukung pemerintah negara itu yang dipimpin oleh Presiden Bashar Al Assad.
Rusia mendukung pasukan rezim Assad dengan melakukan intervensi militer pada 2015. Serangan udara secara signifikan juga dilakukan untuk memukul mundur oposisi Suriah.
Sementara, Washington berada di pihak oposisi. AS selama ini telah memberikan dukungan terhadap kelompok-kelompok yang berupaya menggulingkan Assad dan telah meminta pemimpin negara itu untuk mundur meninggalkan kekuasaannya.
Selain itu, Trump juga mengatakan Putin sebenarnya tidak sekalipun mendukung dirinya sebagai seorang Presiden AS. Dugaan Rusia telah mencampuri pemilu AS 2016 disebut oleh miliarder itu hanya rumor belaka. Ia bahkan mengatakan Moskow akan lebih memilih jika saingannya dalam pemilihan itu, Hillary Clinton menang.
"Rusia tentu lebih menyukai jika Clinton yang terpilih menjadi Presiden AS, kenapa? Tentu saja karena militer AS akan hancur jika saingan saya itu menang," kata Trump.
Sejak terpilih sebagai presiden, Trump telah menghadapi dugaan Rusia telah melakukan campur tangan mendukungnya dalam pemilu AS.Badan Intelijen AS juga meyakini ini termasuk dalam dugaan peretasan yang dilakukan selama proses pemungutan suara berlangsung.
Kasus ini semakin mendesak Trump dan tim kampanye saat itu, setelah mantan direktur FBI yang dipecat, James Comey memberi kesaksian. Ia mengatakan upaya penyelidikan dugaan campur tangan Rusia telah dilemahkan oleh Trump dengan berbagai macam cara.
Menurut Comey, Trump telah berbohong dan mencemarkan nama baiknya dan FBI. Selama memberi kesaksian, pria berusia 56 tahun itu juga mengatakan kepada Komite Intelijen Senat Trump mencoba memintanya menghentikan penyelidikan terhadap mantan penasihat keamanan nasional AS Michael Flynn pada Februari lalu.
Perkembangan terbaru kasus dugaan campur tangan Rusia saat ini juga melibatkan putra dari Trump, yaitu Donald Trump Jr. Ia disebut melakukan pertemuan dengan pengacara Rusia bernama Natalia Veselnitskaya selama masa kampanye sang ayah dalam pemilu AS 2016.
Ini dilakukan setelah seorang praktisi hubungan masyarakat asal Inggris, Rob Goldtone menawarkan Trump Jr ada informasi penting mengenai Hillary Clinton melalui email. Informasi itu dianggap akan menguntungkan Trump yang maju dalam pemilu AS 2016.