REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini sejumlah pegawai KPK akan menguji keabsahan Pansus Hak Angket KPK dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pegawai KPK maju berdasarkan hak konstitusional masing-masing sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan Undang Undang.
"Kami akan ke MK untuk menguji konstitusionalitas aturan yang menjadi dasar hukum angket terhadap KPK. Dari pendapat sejumlah ahli hukum tata negara yang sudah dipelajari, kami yakin hak angket tidak dapat digunakan untuk lembaga independen seperti KPK," jelas pegawai KPK, Harun Al Rasyid, dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Kamis (13/7).
Apalagi dalam sejumlah putusan MK ditegaskan posisi KPK dan landasan konstitusional KPK yang menurut kami bukan termasuk ruang lingkup pemerintah. Hal ini salah satu yang akan diajukan ke MK. Dia berharap sebagai lembaga pengawal konstitusi, MK memberikan keputusan yang adil dan proporsional agar dapat menghentikan kesemrawutan penggunaan kewenangan oleh lembaga-lembaga tertentu.
"Karena Indonesia adalah negara hukum, maka kewenangan yang digunakan, termasuk kewenangan DPR harus juga berdasarkan hukum," tambahnya.
Dalam pelaksanaan tugas sebagai pegawai KPK, sulit memisahkan peristiwa angket DPR terhadap KPK ini dengan penanganan kasus KTP Elektronik yang sedang berjalan. Apalagi asal mula hak angket dibicarakan adalah ketika KPK menolak memutar rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani di DPR.
"Judical review akan diajukan siang ini, Kamis 13 Juli 2017 sekitar Pukul 12.30 di MK. Ini adalah ikhtiar kami setelah mendengar, mencermati dan menganalisis polemik hak angket oleh DPR RI. Kami berharap majelis hakim MK bisa memutuskan dengan adil sehingga kerja pemberantasan korupsi dapat optimal," jelasnya.