REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) berpendapat Perppu No. 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas) yang mengubah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) seolah membawa Indonesia kembali ke masa Orde Baru. Pasalnya, Perppu tersebut menempatkan posisi negara kembali berhadap-hadapan dengan organisasi masyarakat sipil.
"Perppu Ormas telah menempatkan posisi negara kembali berhadap-hadapan dengan organisasi masyarakat sipil, sama seperti yang terjadi pada masa Orde Baru," kata peneliti PSHK Miko Susanto Ginting dalam pesan singkat yang diterima Republika.co.id, Kamis (13/7).
Miko kemudian mengulas pembubaran Ormas tanpa melalui jalur pengadilan terakhir kali terjadi saat Pemerintah Orde Baru melalui UU Nomor 8 Tahun 1985. Saat itu pemerintah membubarkan secara sepihak organisasi Pemuda Islam Indonesia (PII) dan Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) pada 1987.
Seperti diketahui, Pemerintah telah resmi menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas) yang mengubah UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas). Perppu ini diyakini sebagai tindak lanjut rencana pemerintah untuk membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
HTI dibubarkan pemerintah karena dianggap memiliki asas dan kegiatan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah kemudian beralasan, diterbitkannya Perppu tersebut karena UU Ormas belum secara komprehensif mengatur mekanisme pemberian sanksi yang efektif sehingga terjadi kekosongan hukum.