REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Fadh El Fouz didakwa menerima Rp 3,411 miliar dari pengusaha terkait dengan pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dan penggandaan Alquran tahun anggaran 2011-2012. "Terdakwa Fadh bersama-sama dengan Zulkarnaen Djabar selaku anggota DPR 2009-2014 menerima beberapa kali hadiah berjumlah Rp 14,39 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus," kata penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (13/7).
Lie menjelaskan apalagi Zulkarnaen Djabar selaku anggota badan anggaran DPR bersama-sama dengan terdakwa dan Dendy Prasetya Zulkarnaen Putra, anak Zulkarnaen Djabar, telah menjadikan sejumlah perusahaan sebagai pemenang pengadaan laboratorium dan pengadaan Al Quran.
Para pemenang pengadaan adalah PT Batu Karya Mas sebagai pemenang pengadaan laboratorium komputer Madrasah tsanawiyah (MTs) tahun anggaran (TA) 2011, PT Adhi AKsara Abadi Indonesia sebagai pemenang pekerjaan penggandaan Kitab Suci Al Quran APBN-P TA 2011, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang penggandaan kitab suci Alquran tahun anggaran 2012.
Perbuatan itu awalnya terjadi saat terjadi pertemuan pada September 2011 di ruang kerja Zulkarnaen di gedung Nusantara I DPR yang dihadiri Zulkarnaen Djabar, Fadh, dan Dendy Prasetia mengenai pengadaan laboratorium komputer MTs 2011 dan penggandaan Alquran tahun 2011 dan 2012 di Kementerian Agama.
Zulkarnaen lalu memerintahkan Fadh dan Dendy mengecek di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan meminta Fadh menjadi broker (perantara) terkait tiga pekerjaan itu.
Fadh lalu mengajak Vasko Ruseimy, Syamsurachman dan Rizky Moelyoputro untuk ikut menjadi perantara dengan imbalan ikut memperoleh uang didasarkan pada nilai pekerjaan pengadaan barang/jasa. Hasil perhitungan fee telah dicatat oleh Fadh di secarik kertas, yaitu:
1. Fee dari pekerjaan pengadaan laboratorium komputer MTs tahun anggaran 2011 dengan nilai sekitar Rp31,2 miliar diberikan kepada:
a. Senayan (Zulkarnaen Djabar) sebesar 6 persen
b. Vasko/Syamsu 2 persen
c. Kantor 0,5 persen
d. PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 1 persen
e. Fadh (terdakwa) sebesar 3,25 persen
f. Dendy (Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra) sebesar 2,25 persen
2. Fee dari pekerjaan pengadaan penggandaan Alquran tahun anggaran 2011 dengan nilai sekitar Rp 22 miliar yaitu:
a. Senayan (Zulkarnaen Djabar) sebesar 6,5 persen
b. Vasko/Syamsu 3 persen
c. PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 3,5 persen
d. Fadh (terdakwa) sebesar 5 persen
e. Dendy sebesar 4 persen
f. Kantor 1 persen
3. Fee dari pekerjaan pengadaan penggandaan Alquran tahun anggaran 2012 dengan nilai sekitar Rp50 miliar yaitu:
a. Senayan (Zulkarnaen Djabar) sebesar 8 persen
b. Vasko/Syamsu 1,5 persen
c. Fadh (terdakwa) sebesar 3,25 persen
e. Dendy (Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra) sebesar 2,25 persen
f. Kantor 1 persen
"Selanjutnya proses pengadaan khususnya penetapan pemenang lelang atas ketiga pekerjaan tersebut, Zulkarnaen Djabar bersama-sama terdakwa dan Dendy mempengaruhi para pejabat yang terlibat dalam proses pengadaan di Kemenag agar memenangkan pihak tertentu yang dikehendaki oleh mereka," kata jaksa Lie.
Pertama, dalam pengadaan laboratorium komputer di MTs TA 2011, proses mempengaruhi dimulai saat badan angggaran, di mana Zulkarnaen sebagai anggota banggar, menyetujui usulan penambahan dana untuk Kemenag dan di dalamnya termasuk anggaran peralatan laboratorium senilai Rp 31 miliar.
Selanjutnya, Zulkarnaen meminta Fadh menjadi perantara dengan menawarkan pekerjaan kepada Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia Abdul Kadir Alaydrus dengan syarat memberikan fee sebesar 15 persen dari kontrak.
Namun karena perusahaannya tidak punya kemampuan di bidang tersebut, Abdul lalu menawarkan kepada pemilik PT Cahaya Gunung Mas Ahmad Maulana dengan syarat fee 15 persen, Maulana pun menyanggupinya. Maulana lalu menggunakan nama PT Batu Karya Mas untuk mengikuti lelang karena PT Cahaya Gunung Mas tidak punya kemampuan bidang laboratorium komputer.
Agar PT Batu Karya Mas menjadi pemenang lelang pengadaan laboratorium komputer, Zulkarnaen, Fadh dan Dendy mempengaruhi para pejabat di Kemenag. Antara lain, pada September 2011 dengan menyampaikan kepada Kepala Biro Perencanaan pada Setjen Kemenag Syamsuddin bahwa dana Rp 31 miliar untuk pengadaan laboratorium komputer adalah kepunyaan Komisi VIII DPR dan Zulkarnaen Djabar telah menunjuk Fadh untuk mengawalnya. Syamsuddin lalu meneruskan informasi tersebut ke Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Affandi Mochtar.
Fadh dan Dendy pada bulan yang sama menemui Affandi Mochtar dan menyampaikan agar Affandi membantu pihak yang diinginkan Zulkarnaen sebagai pemenang. Sebelumnya, Affandi juga telah ditelepon Zulkarnaen mengenai kedatangan Fadh dan Dendy yang disebut sebagai kedua 'santrinya'.
Pada 31 Oktober 2011, Zulkarnaen menelepon Fadh agar ia menerebos semua prosedur yang ada. Pada 11 November 2011, Dedny meminta Zulkarnaen agar mengubungi Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Mohammad Zen yang tidak satu suara.
"Zulkarnaen meminta Affandi untuk memeringatkan Mohammad Zen agar jangan sampai 'murtad' atau menentangnya. Dendy pun menelepon Syamsuddin agar meminta Affandi menjadikan PT Batu Karya Mas sebagai peemnang dan memeringatkan tim ULP untuk tidak memenangkan pihak lain yang tidak lengkap administrasinya," kata jaksa Lie.
Namun beberapa hari kemudian, Fadh marah-marah karena Mohammad Zen belum membuat pengumuman pemenang dengan mengatakan "Apa perlu kalian semua say apindahkan ke Papua yang tiket pulang pergi seharga Rp6 juta?".
Pada 16 November 2011 sekitar pukul 21.00 WIB, Fadh menelepon Zulkarnaen di hadapan Pejabat Pembuat Komitment Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Undang Sumantri. Selanjutnya, Zulkarnaen Djabar meminta Undang agar dapat membantu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Fadh karena proyek yang ada di Ditjen Pendidikan Islam Kemenag adalah 'milik' orang DPR RI.
Akhirnya, salah satu staf Ditjen Pendidikan Islam, yaitu Bagus Natanegara, membantu menyelesaikan pelelangan tersebut dan meminta tim ULP dan PPK untuk menjadikan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang Ielang. Tim ULP pada 24 Nopember 2011 mengumumkan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang lelang paket pengadaan laboratorium komputer MTs TA 2011.
Kedua, untuk pengadaan penggandaan Alquran tahun anggaran 2011 pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag sejumlah Rp 22,855 miliar, Zulkarnaen Djabar juga meminta Fadh untuk menjadi perantara.
Fadh bersama Dendy, Syamsurachman, dan Vasko Ruseimy menawarkan pekerjaan pengadaan penggandaan Alquran kepada perwakilan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia, yaitu Abdul Kadir Alaydrus dan Ali Djufrie, dengan syarat harus membayar fee sebesar 15 persen dari total nilai pagu anggaran disetujui oleh Abdul dan ALi.
Selanjutnya pada 14 Agustus 2011, Fadh, Dendy, Vasko dan Syamsurachman bertemu Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Abdul Karim dengan mengaku sebagai utusan Senayan, Zulkarnaen Djabar. Fadh menghubungkan Zulkarnaen Djabar dengan Abdul Karim melalui telepon genggam miliknya.
Dalam pembicaraannya, Zulkarnaen Djabar menyampaikan adanya pengadaan penggandaan Alquran dan hai itu merupakan 'kebaikan' dari DPR. Abdul Karim lalu memanggil Ketua ULP Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Mashuri dan menyampaikan agar Mashuri berkomunikasi dengan Fadh mengenai proses lelang Alquran.
Pada 28 September 2011, Dendy Prasetia meminta kepada Zulkamaen Djabar agar memberitahu Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Nasaruddin Umar, yang saat ini menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal, agar posisi PT Adhi Aksara Abadi Indonesia digeser menjadi posisi kedua, sedangkan yang di posisi pertama adalah percetakan milik non-muslim.
"Atas permintaan tersebut, Zulkarnaen Djabar kemudian meneruskannya kepada Nasaruddin Umar melalui telepon, yang ditanggapi oleh Nasaruddin Umar agar Zulkarnaen Djabar memberikan saran guna diteruskan kepada ULP dan meminta agar terdakwa menemui langsung Mashuri," tambah jaksa Lie.
Pada 29 September 2011, Zulkarnaen Djabar menyampalkan kepada Abdul Karim menggunakan telepon genggam Fadh bahwa Nasaruddin Umar menyetujui permintaan Zulkarnaen Djabar dan menegaskan agar jangan sampai pembuatan Alquran disabotase oleh orang-orang non-muslim. Untuk itu, Zulkarnaen meminta agar PT Adhi Aksara Abadi Indonesia yang sudah berpengalaman dimenangkan sehingga perusahaan itu diumumkan sebagai pemenang lelang.
Dalam pelaksanaannya, PT Adhi Aksara Abadi Indonesia mensubkontrakkan pengadaan 200 ribu dari 653 ribu eksemplar penggandaan Alquran kepada PT Macanan Jaya Cemerlang. Ketiga, dalam pekerjaan pengadaan penggandaan Alquran 2012 sejumlah Rp 59,375 miliar, sama halnya dengan pengurusan dua kegiatan pengadaan sebelumnya, Fadh diminta untuk menjadi perantara.
Fadh kembali menawarkan pekerjaan penggandaan Alquran kepada direksi pada PT Sinergi Pustaka Indonesia dan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia Abdul Kadir Alaydrus dengan syarat harus membayar fee sebesar 15 persen dari total niIai pagu anggaran.
Upaya mempengaruhi para pejabat di Kemenag kemudian juga kembali dilakukan dengan cara pada 16 November 2011, Zulkarnaen meminta Abdul Karim melalui telepon genggam Fadh agar pelelangan penggandaan Alquran TA 2012 segera diumumkan. Selanjutnya, pada pertengahan bulan Desember 2011 PT Sinergi Pustaka Indonesia ditetapkan dan diumumkan sebagai pemenang Ielang.
"Atas pengaruh Zulkarnaen Djabar, terdakwa, dan Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra terhadap tiga pekerjaan pengadaan di Kemenag tersebut, mereka menerima uang sejumlah Rp 14,39 miliar," tambah jaksa Lie.
Rinciannya adalah pekerjaan pengadaan laboratorium komputer MTs TA 2011, Abdul Kadir Alaydrus memberikan uang Rp 4,74 miliar. Pekerjaan pengadaan penggandaan Alquran TA 2011 dan 2012, Abdul Kadir Alaydrus memberikan Rp 9,25 miliar dalam bentuk cek dan sejumlah Rp 4 miliar.
"Dari penerimaan fee tersebut, terdakwa kemudian memperoleh bagian yang seluruhnya berjumlah Rp 3,411 miliar," tambah jaksa Lie.
Perbuatan Fadh diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Atas dakwaan itu, Fadh mengakui seluruhnya. "Saya memahami dakwaan dan saya mengakui bersalah dan saya siap dihukum," kata Fadh yang sidangnya dihadiri ratusan massa dari AMPG.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 20 Juli 2017. Terkait perkara ini, Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, sudah divonis, masing-masing, 15 dan 8 tahun penjara pada 2013.