Jumat 14 Jul 2017 07:37 WIB
presidential treshold

Mendagri: Presidential Treshold Perkuat Demokrasi

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.
Foto: Mahmud Muhyidin
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) didampingi Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu Lukman Edy (kanan) memberikan keterangan kepada awak media seusai rapat kerja dengan Pansus RUU Pemilu di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (10/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan pemerintah menginginkan penguatan sistem presidensial dalam aturan mengenai Pemilu. Sikap itulah yang melatarbelakangi pemerintah tetap mempertahankan ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) sebesar 20/25 persen dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pemilu.

"Pemerintah ingin meningkatkan penguatan sistem demokrasi dan sistem presidensial. Karena itu kami tetap berpegang kepada 20 persen kursi dan 25 persen suara," ujar Tjahjo dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (14/7) pagi.

Karena itu, jika ada pihak yang menginginkan besaran ambang batas pencalonan presiden sebesar 0 persen, maka Tjahjo menyebut hal itu sebagai kemunduran pemahaman demokrasi. Sebab, pada dasarnya pemerintah dan DPR harus mencari keseimbangan terkait opsi-opsi dalam isu ambang batas pencapresan.

Tjahjo kembali menegaskan bahwa ambang batas pencalonan presiden sebesar 20/25 persen sudah konkret digunakan dalam dua kali pemilu sebelumnya yakni 2009 dan 2014. Pada 2009 tercatat ada empat pasangan capres-cawpres yang kemudian ditetapkan menjadi tiga pasangan.

 

Sementara itu, pada 2014 ada tiga pasangan capres-cawapres yang kemudian ditetapkan menjadi dua capres-cawapres resmi. Menurut Tjahjo, kondisi ini menunjukkan bahwa ambang batas sebesar 20/25 persen tidak menghambat pencalonan presiden.

"Hal itu diterima, disetujui dan diikuti oleh parpol peserta pemilu yang memang keberadaannya konkret di masyarakat. Pengajuan capres yang dirasa parpol cukup untuk merebut hati rakyat. Parpol yang mendukung pemerintah harus konsekuen dan konsisten untuk memperkuat sistem presidensial," kata Tjajhjo.

Ambang batas pencalonan presiden menjadi salah satu isu krusial yang dibahas oleh Pansus RUU Pemilu. Sebelumnya, lima paket isu krusial RUU Pemilu dipastikan akan diambil keputusan melalui voting rapat paripurna DPR. Hal ini dilakukan setelah panitia khusus RUU Pemilu dan pemerintah menyepakati akan membawa lima paket isu krusial pada rapat paripurna 20 Juli mendatang.

Ketua Pansus Pemilu Lukman Edi mengungkap kesepakatan itu didapat usai pansus dan pemerintah melakukan lobi setengah kamar dalam rapat kerja pansus pemilu pada Kamis (13/7) malam

"Namun upaya-upaya untuk mencapai musyawarah mufakat tetap dilakukan sampai dengan rapat paripurna tanggal 20 Juli 2017," ujar Lukman Edi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement