Jumat 14 Jul 2017 11:35 WIB

Perppu Ormas Dinilai Ekstrem Tapi Dilematis Bagi Pemerintah

Red: Nur Aini
Menko Polhukam Wiranto (tengah) memberi keterangan pers di Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7). Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan untuk mengatur kegiatan-kegiatan ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Foto: Republika/Prayogi
Menko Polhukam Wiranto (tengah) memberi keterangan pers di Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Rabu (12/7). Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan untuk mengatur kegiatan-kegiatan ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga penelitian Setara Institute memandang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) merupakan kebijakan yang ekstrem tetapi wajar ditempuh karena posisi pemerintah dilematis.

"Kelemahannya Perppu ini memang berlebihan, Perppu ini ekstrem karena memberikan kewenangan berlebih pada pemerintah untuk merespons. Akan tetapi, ini memang posisi sulit bagi pemerintah," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos dalam diskusi di Jakarta, Jumat (14/7).

Bonar mengatakan bahwa Perppu merupakan jalan yang perlu ditempuh dalam situasi sulit seperti saat ini. Ia menilai penerbitan Perppu tidak menunjukkan pemerintah berlaku diktator atau otoriter. Menurut dia, jika diktator, pemerintah akan langsung mengambil tindakan tanpa mengikuti aturan perundang-undangan.

"Kalau pemerintah diktator, mereka tidak akan peduli undang-undang, tetapi langsung mengambil tindakan. Pemerintahan Jokowi ini menghormati perundang-undangan sehingga diambil jalan penerbitan Perppu," katanya.

Menurut Bonar, Perppu akan menghadapi dua persoalan, yakni kemungkinan diuji materi di Mahkamah Konstitusi serta persoalan persetujuan DPR RI. Namun, sebelum hal itu terjadi, pemerintah hendaknya dapat bertindak cepat dan terukur untuk menindak organisasi yang jelas bertentangan dengan Pancasila. "Saya kira sebulan cukup untuk mengambil tindakan karena Perppu langsung berlaku begitu diterbitkan," kata Bonar.

Berkaitan dengan kekhawatiran soal definisi sepihak dari pemerintah mengenai ormas yang bertentangan dengan Pancasila, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan bahwa pemerintah beserta aparat keamanan dan intelijen memang memiliki otoritas dan kewenangan mendefinisikan ancaman berbahaya. Selain itu, kata Hendardi, kebebasan berserikat bukan kebebasan absolut sehingga dalam kondisi tertentu bisa ditunda atau ditiadakan pemenuhannya.

Pemerintah pada kondisi-kondisi tertentu juga perlu mengambil keputusan politik untuk penegakan hukum yang tegas. "Saat ini memang sudah sampai pada waktunya pemerintah untuk tegas. Hal ini tentu menjadi tugas kita bersama mengawasi penerapan Perppu ini," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement