Jumat 14 Jul 2017 15:55 WIB

Penderitaan dalam Bahasa Alquran

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kata menderita dalam Alquran berasal dari bentuk kata kerja dahulu syaqiya dan kata kerja kekinian yasyqa. Bentuk kata bendanya adalah /syaqawah, syaqan, syaqwah, dan syiqwah.

Ensiklopedia Alquran; Kajian Kosakata, terbitan Lentera Hati, memaparkan seorang alim, Raghib al-Isfahani, mengartikan kata ini sebagai lawan kata sa'adah (kebahagiaan). Seperti halnya kebahagiaan, penderitaan juga bersifat duniawi seperti keburukan atau penderitaan yang terjadi sekarang dan ukhrawi (yang bersifat akhirat), seperti penderitaan yang terjadi nanti.

Alquran  menggunakan istilah syaqiya dalam berbagai perubahan bentuk, seperti dalam surah Hud (11) ayat 106. Allah SWT menjelaskan orang celaka yaitu mereka yang merusak akidahnya. Mereka akan menderita. Mereka yang mengikuti orang-orang sesat maka akan bergelimang dosa.

Mereka dimasukkan kedalam neraka dan merasakan siksaan dahsyat, hingga merintih, seperti keledai mengembus dan mengisap napasnya disertai rintihan keras. Mereka adalah orang-orang yang tidak mendapatkan rezeki. Dalam pandangan lain, mereka adalah orang yang disiksa.

Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya dalam surat yang sama. Allah akan membagi manusia di akhirat menjadi dua kelompok. Pertama adalah mereka yang celaka. Kedua adalah yang bahagia.

Kata yasyqa, terdapat di surah Thaha (20) ayat 2. ”Ma anzalna 'alaikal qurana litasyqa, kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.” Ayat ini diturunkan Allah sebagai jawaban kepada orang-orang musyrik yang berkata kepada Rasulullah, tatkala mereka melihat Rasul begitu tekun dan sungguh-sungguh dalam beribadah. "Hai Muhammad, sesungguhnya Alquran ini diturunkan kepadamu hanya untuk menyulitkanmu." Ayat itu membuktikan Alquran tidak untuk menyulitkan orang. Hal sama dijelaskan dalam surah al-A'raf [7] ayat 2.

Kata litasyqa memiliki beberapa penafsiran. Pertama, artinya bersusah payah dengan begadang atau bangun di tengah malam untuk melaksanakan shalat malam. Kedua, kata litasyqa dalam ayat Alquran digunakan sebagai jawaban bagi orang-orang musyrik ketika mereka berkata kepada Rasulullah bahwa Rasul akan merasa kesulitan dengan diturunkannya Alquran. Ketiga, Allah melarang Muhammad agar tidak menyulitkan dirinya dengan bersedih hati dan merasa kasihan atas kekufuran kaumnya.

Cendekiawan Muslim, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dalam bukunya, Prolegomena to The Metaphysic of Islam, menjelaskan, ketika seseorang tidak mengambil petunjuk Tuhan, maka pasti menderita meskipun secara kasat mata terlihat bahagia.

Begitu pula sebaliknya, jika manusia mengambil petunjuk Tuhan dalam menjalani kehidupannya, maka lapisan dasar kehidupannya merupakan kebahagiaan walaupun secara lahir terlihat menderita. Penderitaan tersebut pada orang yang mengambil petunjuk hanya akan bermakna bala, yaitu ujian terhadap diri orang tersebut, bukan syaqawah.

Al-Attas mencontohkan bagaimana Allah menjelaskan penderitaan. Alquran menghubungkan bagaimana Adam digoda setan untuk memakan buah khuldi. Allah sudah menegaskan untuk tidak mendekati apalagi memakan buah itu. Namun, Adam tetap saja memakannya.

Adam dan istrinya sadar akan kesalahan mereka. Tidak seperti setan, Adam dan Hawa mengakui dosa mereka, diisi dengan penyesalan mendalam pada ketidakadilan mereka pada diri mereka sendiri dan meminta rahmat serta ampunan Tuhan.

Mereka berdua dimaafkan, tetapi diturunkan bersama setan ke dunia ini untuk hidup, mengabdi kepada Allah. Mereka juga akan mengalami cobaan dan kesengsaraan. Tuhan meyakinkan Adam dan keturunannya, hidayah akan datang dan siapa pun yang mengikuti itu tidak akan tersesat maupun jatuh pada penderitaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement