REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah bersama dengan Polri, BNPT, dan BIN sudah lama memantau penggunaan Telegram yang berkaitan dengan konten radikalisme dan terorisme.
Kementerian Komunikasi dan Informatika kemudian berkirim surat kepada ketiga instansi tersebut untuk meminta persetujuan menutup Telegram. Setelah mendapatkan persetujuan, Kementerian Komunikasi dan Informatika langsung memproses untuk menutup Telegram agar dapat mencegah semakin meluasnya aksi radikalisme.
"Untuk take down ini kita tidak berpikir prosedural yang berkepanjangan, jadi saya beri ruang khusus," ujar Rudiantara di Pesawat Kepresidenan Boeing 737-400 TNI AU, Sabtu (15/7).
Rudiantara menjelaskan, dia menemukan sekitar 700 halaman yang mengandung konten radikalisme dan terorisme. Mulai dari cara membuat bom, dan ajakan radikalisme. Menurutnya, Telegram dianggap lebih aman digunakan untuk menyerukan radikalisme dan terorisme karena sulit dilacak.
Setelah melakukan blokir, Rudiantara meminta Telegram membuat standar operasional prosedur (SOP) penanganan konten radikalisme. Rudiantara mengatakan, SOP tersebut mencakup filtering terhadap konten-konten yang menyerukan radikalisme.
Baca juga, Pemerintah Resmi Blokir Telegram, Ini Penjelasan Kemkominfo.