REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jepang diperkirakan membutuhkan banyak tenaga perawat dan caregiver dari berbagai negara pada masa mendatang. Indonesia termasuk salah satu negara yang mendatangkan perawat dan caregiver ke Negara Sakura.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Primadi mengatakan, jumlah penduduk lansia di Jepang terus meningkat seiring dengan meningkatnya derajat kesehatan dan usia harapan hidup.
Untuk itu, sejak 2008, telah ditempatkan sebanyak 593 perawat dan 1.199 caregiver Indonesia dengan diantaranya 127 perawat dan 330 caregiver yang telah lulus ujian nasional Jepang. "Setiap tahun, Jepang menyediakan kuota sekitar 500 orang perawat dan caregiver Indonesia untuk bekerja ke Jepang," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (16/7).
Untuk dapat bekerja di Jepang, para perawat diseleksi terlebih dahulu di Indonesia. Bagi mereka yang lulus seleksi, lalu dilatih Bahasa Jepang di Indonesia selama enam bulan dan kemudian diberangkatkan ke Jepang.
Di Jepang, mereka dilatih lagi Bahasa dan budaya Jepang selama 6 bulan lagi di lembaga pelatihan AOTS yang berada di Tokyo, Nagoya dan Osaka, untuk selanjutnya ditempatkan di berbagai Rumah Sakit dan Panti Lansia di seluruh Jepang.
Saat ini terdapat 296 orang perawat yang sedang mengikuti pelatihan di AOTS Nagoya dan Osaka, serta 29 orang perawat yang sedang mengikuti pelatihan di AOTS Tokyo Kenshu Center.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mendorong para perawat tersebut untuk tetap semangat dalam belajar dan serta berjuang keras mendapatkan sertifikat kelulusan nasional Jepang. "Dengan sertifikat tersebut, peluang akan terbuka seluas-luasnya untuk peningkatan keahlian dan kesejahteraan," ujarnya.
Menurut catatan, gaji para perawat dan caregiver yang telah lulus ujian nasional Jepang (Kangoshi dan Kaigofukushishi) akan meningkat dua hingga tiga kali lipat dari besaran gaji yang diterima sebelumnya. Persyaratan ujian nasional Jepang, berlaku bagi semua perawat yang bekerja di Jepang, baik bagi perawat Jepang sendiri maupun perawat dari Luar Negeri seperti Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Selain itu juga, standar gajinya juga sama.
Yulia Erpiana asal Bogor yang sudah 2 tahun lulus dan bekerja di ICU AOI Universal Hospital Kanagawa, menyatakan sangat senang bekerja di Jepang karena kedisiplinan, keahlian tinggi dan peralatan canggih sehingga selalu terus belajar dan belajar, selain kesejahteraan yang meningkat signifikan.
Meskipun harus bersusah payah dulu, namun sekarang menikmati hasilnya dan bahagia. Yulia mengimbau para perawat di Indonesia untuk mencoba kesempatan emas ini.
Sedangkan Vicky Octavia asal Jambi yang masih mengikuti pelatihan Bahasa Jepang di AOTS Tokyo, berjanji untuk dapat lulus segera meskipun tantangannya sangat berat karena Bahasa Jepang sulit dipelajari. Dia berharap Pemeritah Indonesia dapat mensosialisasikan peluang kerja perawat dan caregiver di Jepang kepada semua generasi muda sehingga banyak yang mendaftar.
Nila F. Moeloek berada di Jepang dalam rangka menghadiri Pertemuan menteri kesehatan ASEAN-Jepang mengenai Jaminan Kesehatan Universal dan Lansia yang diselenggarakan di Tokyo pada tanggal 14-15 Juli 2017.