REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan membantah kelenturan sikap dalam pembahasan lima isu krusial dalam Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu). Dia menyatakan sikap lentur PAN bukan lantaran adanya pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristianto yang meminta PAN keluar dari koalisi partai pendukung pemerintah karena bersikap berbeda.
Menurut Zulkifli sejauh ini hubungan PAN dengan pemerintah maupun PDIP masih terjalin baik. "Aman-aman saja, kemarin saya teleponan dengan Pak Hasto dengan Mbak Puan, lancar lancara saja, baik baik," kata dia.
Sebelumnya, Zulkifli menyatakan sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah petinggi partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah terkait pembahasan lima isu krusial dalam RUU Pemilu. Hasil pertemuan itu pun membuat Zulkifli yakin penentuan lima isu krusial dalam RUU Pemilu tidak berakhir dengan cara voting.
Zulkifli pun PAN menyerahkan apapun hasil yang disepakati terhadap lima isu krusial tersebut. Termasuk kalau besaran ambang batas pengajuan calon presiden tetap 20-25 persen sebagaimana yang dikehendaki pemerintah. "Terserah berapa saja yang penting musyawarah," kata Ketua MPR tersebut.
Pernyataan Zulkifli itu berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh Fraksi PAN pada rapat kerja pansus RUU Pemilu dengan pemerintah, Kamis (13/7). PAN masih tetap menghendaki sistem Pemilu terbuka, metode kuota hare, jumlah kursi Dapil 3-10 dan terbuka dengan presidential threshold 10-15 persen.
"Apabila pansus belum mencapai sepakat maka PAN setuju untuk membawa paket melalui voting di paripurna," ujar Anggota Pansus dari Fraksi PAN Totok Daryanto, Kamis.
Sikap Fraksi PAN sama dengan anggota koalisi pemerintah lainnya, yaitu PKB. Dua fraksi ini juga senada dengan sikap tiga fraksi di luar koalisi partai pendukung pemerintah lainnya yakni Partai Demokrat, Gerindra dan PKS juga kompak tidak memilih paket dalam Pansus dan meminta agar paket dibawa ke paripurna DPR.
Hasil kesepakatan Pansus RUU Pemilu dengan pemerintah pada Kamis (13/7) kemarin menyatakan lima isu krusial antara lain soal ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, sistem pemilu, Jumlah kursi per dapil dan Metode Konversi suara akan dibawa ke voting rapat paripurna pada Kamis (20/7) Juli mendatang. Kendati demikian, upaya untuk mencapai musyawarah mufakat tetap dilakukan sampai dengan rapat paripurna 20 Juli 2017.
Selain Hasto, politikus PDI Perjuangan yang juga Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun mengatakan partai politik pendukung pemerintah atau parpol koalisi semestinya konsisten dalam mendukung upaya pemerintah memperkuat pemerintahan presidensial dalam pembahasan RUU Pemilu. "Partai-partai yang mendukung pemerintah tentunya harus konsekuen dan konsisten untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil," ujarnya di Jakarta, Jumat (14/7).
Secara umum, Tjahjo berpendapat saat ini etika politik berkoalisi semakin tidak jelas karena kepentingan jangka pendek. Dia mempertanyakan mengapa saat ini parpol koalisi mudah saja meninggalkan etika berkoalisi.
Padahal, Tjahjo mengatakan, dalam berkoalisi dengan pemerintah harusnya semua keputusan politik bisa dilaksanakan, diamankan, diperjuangkan bersama dan beriringan. "Jadi tidak ditinggal lari sendiri di tengah jalan. Tidak elok berkoalisi tapi menikam dari belakang," kata dia.