REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengarah UKP Pembinaan Ideologi Pancasila Buya Syafii Maarif kembali beknjungn ke istana negara untuk bertemu presiden Joko Widodo (Jokowi). Pertemuan ini membicarakan sejumlah persoalan diantaranya mengenai ketimpangan ekonomi, pendidikan, hingga soal aksi teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Buya Syafii mengatakan, persoalan yang menjadi bahasan pertama dengan Presiden Jokowi adalah ketimpangan ekonomi yang masih cukup tinggi. Buya Syafii meminta agar pemerintah sesegera mungkin melakukan perbaikan ekonomi agar ketimpangan ini semakin kecil. Sebab, jika ketimpangan ini masih tinggi maka bisa menjadi prahara besar layaknya 1998.
"Kalau seperti itu nanti kita (Indonesia) kan hancur," kata Buya Syafii, Senin (17/7).
Pemerintah memang sudah mulai merombak sistem kerja guna memperbaiki perekonomian. Salah satunya dengan mencabut izin-izin pengelolaan tanah yang selama ini dikuasai para konglomerat. Pemerintah harus memberdayakan masyarakat kecil dengan menumbuhkan usaha kecil menengah (UKM) lebih banyak.
Menurut Mantan Ketua PP MUhammadiyah ini, dirinya juga sudah bertemu dengan sejumlah konglomerat kelas 'hiu' membicarakan mengenai perbaikan dan pemerataan ekonomi masyarakat. Pemerataan ini harus dilakukan disetiap kabupaten dan kota hingga ke pelosok, tidak hanya di Kabupaten/kota yang besar.
Persoalan ketimpangan ini diibaratkan Buya Syafii layaknya jalan rumput yang kering dan rentan. Ketika dibiarkan maka jalanan ini bisa memicu bermacam hal. "Bisa pakai agama segala, semacam itu," ujarnya.
Hal kedua, terkait dengan sistem pendidikan yang saat ini ramai diperbincangkan. Buya Syafii menilai bahwa keramaian yang terjadi di masyarakat dikarenakan ada komunikasi yang kurang berjalan. Dengan keinginan pemerintah untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait dengan sekolah lima hari, maka sistem pendidikan di Indonesia bisa lebih baik, tanpa mengesampingkan pendidikan agama.
Terakhir, Buya Syafii juga membicarkan mengenai pergerakan kelompok radikal ISIS. Kelompok ini layaknya rongsokan peradaban arab yang kalah, dan bermuara pada ISIS. Dia meminta pemerintah agar lebih waspada terhadap pergerakan islam radikal ini karena dianggap sangat membahayakan. Salah satunya telah terjadi di negara tetangga, Filipina. "Mereka (ISIS) ini merusak di mana-mana," paparnya.