REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mempertanyakan langkah pemerintah yang memblokir situs Telegram lantaran dianggap menjadi sarana radikalisme. Padahal menurutnya, banyak media sosial lain yang lebih parah menjadi sarana penyebaran radikalisme.
"Telegram diblokir karena alasan menjadi sarana radikalisme, sekarang Youtube apalagi. Cara merakit bom saja ada di sana," kata Heru saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/7).
Jika penyebaran radikalisme menjadi alasan yang dipilih, mestinya pemerintah juga memblokir media sosial lain yang menyebar konten radikalisme. Sehingga, pemerintah tidak terkesan bertindak semaunya sendiri dalam pemblokiran tersebut.
"Kan para teroris juga tidak semuanya menggunaka telegram untuk mengkomunikasikan rencana terornya. Seperti teror di London, itu penerornya menggunakan Whatsapp untuk merencanakan serangan," jelasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir Telegram. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan, pemblokiran dilakukan karena memuat banyak konten soal radikalisme. Adapun pemblokiran Telegram hanya dilakukan pada versi web.