REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan status lahan ibu kota baru Indonesia yang akan dibangun harus jelas, termasuk bila akan ada alih fungsi.
"Harus jelas apakah statusnya hutan lindung atau hutan produksi. Pelepasan status hutan yang dialihfungsikan harus atas persetujuan DPR," kata Yayat dihubungi di Jakarta, Senin (17/7).
Yayat mengatakan pembangunan dan operasional ibu kota baru jangan sampai mengganggu ekosistem yang sudah ada di kawasan tersebut sebelumnya. Apalagi, pemerintah disebut-sebut ingin membangun kota hijau yang saat ini masih berupa hutan.
Menurut Yayat, untuk membangun kota hijau maka diperlukan lokasi dengan hamparan yang luas didukung dengan kondisi kawasan yang belum padat penduduk. Karena itu, kemungkinan yang akan dipilih adalah kawasan yang saat ini masih berupa hutan.
"Konsep kota hijau tampaknya sejalan dengan Presiden Joko Widodo yang lebih suka tinggal di Istana Bogor yang hijau," tuturnya.
Bila pemerintah memilih tema kota hijau, Yayat menilai kawasan Palangkaraya, yang selama kerap disebut-sebut menjadi salah satu alternatif ibu kota, masih memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Yayat mengatakan tema dan fungsi ibu kota baru Indonesia yang akan dibangun harus ditetap secara jelas sebelum menentukan lokasi yang akan dipilih.
"Lokasi ibu kota baru yang akan dibangun harus mempertimbangkan tema yang akan ditetapkan. Sejauh ini pemerintah menyebut akan membangun kota hijau," katanya.