REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bersama-sama menentang resolusi Uni Eropa mengenai larangan perdagangan biodiesel berbasis sawit. Kedua negara yang bertetangga tersebut berencana untuk membawa kasus itu ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
"Malaysia dan Indonesia akan mempertimbangkan untuk membawa isu ini ke WTO jika resolusi tersebut menjadi sebuah instruksi resmi Uni Eropa dan bersifat diskriminatif," demikian bunyi keterangan resmi dari Kementerian Perdagangan RI.
Selain itu, kedua negara juga akan bekerja sama melalui Dewan Negara Negara Penghasil Minyak Sawit atau The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita telah melakukan pertemuan dengan Menteri Industri dan Perdagangan Internasional Malaysia Dato' Mustapa Muhamed dalam acara Malaysia–Indonesia Joint Trade and Investment Committee (JTIC) ke-3 di Kuching, Malaysia pada Kamis (13/7) lalu. Dalam pertemuan tersebut, salah satu isu yang dibahas yakni soal resolusi sawit Uni Eropa yang dianggap telah merugikan kedua negara. I
ndonesia dan Malaysia memandang bahwa kebijakan Uni Eropa yang melarang perdagangan biodiesel berbasis sawit karena dianggap menjadi penyebab utama deforestasi tersebut tidak adil. Sebab, biodiesel yang berbasis minyak nabati lainnya pun sama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap deforestasi.
Kedua negara menganggap, resolusi Uni Eropa serta praktek pelabelan yang tidak adil oleh sektor swasta akan berdampak negatif, tidak hanya pada ekspor minyak sawit dari Malaysia dan Indonesia ke pasar Uni Eropa, namun juga pada mata pencaharian dari jutaan petani kecil.
Untuk membahas lebih lanjut mengenai langkah yang akan diambil, delegasi dari Malaysia dan Indonesia direncanakan akan bertemu kembali pada akhir Juli 2017 untuk membahas dan mengoordinasikan isu-isu yang berkaitan dengan minyak sawit, termasuk misi bersama CPOPC.