REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Korban sipil akibat perang di Irak dan Suriah berlipat ganda setelah Amerika Serikat (AS) dipimpin oleh Donald Trump. Hal tersebut diungkapkan oleh Airwars, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memantau perang udara melawan ISIS di kedua negara terkait.
Airwars mengatakan, pada masa pemerintahan Barack Obama serangan udara pasukan koalisi yang dipimpin AS kemungkinan membunuh sekitar 80 warga sipil setiap bulannya dengan total korban 2.300 korban jiwa.
Namun, sejak Trump dilantik enam bulan lalu, jumlah korban sipil dalam perang di kedua negara berlipat. "Dalam enam bulan sejak Trump dilantik, pasukan koalisi pimpinan AS telah menyebabkan 360 warga sipil tewas setiap bulannya dengan total 2.160 warga sipil secara keseluruhan," kata Airwars seperti dilaporkan laman Middle East Monitor, Selasa (18/7).
Sejak 2014, koalisi pimpinan AS melawan ISIS di Irak dan Suriah. Mereka menjalankan sebuah kampanye serangan udara dalam upaya merongrong keuntungan teritorial ISIS di kedua negara terkait.
Inggris, Australia, Belgia, dan Prancis terlibat dalam kampanye serangan udara yang dipimpin AS tersebut. Adapun Iran dan Rusia melancarkan aksi militer mereka sendiri di Irak dan Suriah.