REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan mengadakan pertemuan kedua yang dilakukan secara rahasia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hamburg, Jerman pada 7 dan 8 Juli lalu. Tidak diketahui apa saja pembahasan utama kedua pemimpin negara saat itu.
Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer mengkonfirmasi pertemuan kedua antara Trump dan Putin benar dilakukan. Tetapi, ia tidak memberi pernyataan lebih lanjut terkait kapan tepatnya pembicaran yang terkesan rahasia itu dilakukan dan apa saja yang menjadi pembahasan.
Presiden firma internasional Eurasia Grup, Ian Bremmer mengatakan bahwa pertemuan kedua Trump dan Putin berlangsung saat acara makan malam para pemimpin dunia di KTT G20. Ia melaporkan pertemuan itu dalam sebuah catatan, yang kemudian diberikan kepada klien.
Menurut keterangan, Trump meninggalkan kursi di sela-sela makan malam tersebut. Kemudian, miliarder itu pergi untuk berbicara dengan Putin selama lebih kurang satu jam secara pribadi dan penuh antusias.
Satu yang menarik adalah Trump tidak menyertakan penerjemah yang biasanya digunakan saat ia dan Putin maupun pemimpin negara lain yang diperlukan saat melakukan pertemuan diplomatik. Hanya Putin yang terlihat tetap membawa penerjemah. Hal ini kemudian memunculkan spekulasi dan dugaan pelanggaran protokol keamanan nasional AS.
"Ada banyak kursi kosong saat makan malam kepala negara G20 tapi Trump memilih pergi dari mejanya dan duduk dekat dengan Putin serta berbicara selama satu jam dengan sangat hangat dan antusias," ujar Bremmer, dilansir The Guardian, Rabu (19/7).
Ia menuturkan bahwa tidak ada orang lain yang mendengar percakapan itu. Hanya ada penerjemah dari Putin yang mengikuti percakapan keduanya yang nampak ditujukan untuk dilakukan secara rahasia.
"Sangat jelas bahwa Trump memiliki hubungan sangat baik dengan Putin selama KTT G20. Bahkan, lebih dibandingkan sekutu AS lainnya yang hadir di acara itu dan membuat mereka kemudian bertanya-tanya," kata Bremmer.
Sementara itu, seorang pejabat Gedung Putih yang menolak untuk disebutkan namanya mengatakan bahwa pertemuan Trump dan Putin tidak bermaksud dilakukan secara rahasia. Kedua pemimpin negara hanya melakukan percakapan singkat, sehingga tidak tepat untuk disebut sebagai pertemuan.
Sejak terpilih sebagai presiden, Trump telah menghadapi dugaan bahwa Rusia telah melakukan campur tangan untuk mendukungnya dalam pemilu AS. Badan Intelijen AS juga meyakini ini termasuk dalam dugaan peretasan yang dilakukan selama proses pemungutan suara berlangsung.
Kasus ini semakin mendesak Trump dan tim kampanye saat itu, setelah mantan direktur FBI yang dipecat, James Comey memberi kesaksian. Ia mengatakan bahwa upaya penyelidikan dugaan campur tangan Rusia telah dilemahkan oleh Trump dengan berbagai macam cara.
Menurut Comey, Trump telah berbohong dan mencemarkan nama baiknya dan FBI. Selama memberi kesaksian, pria berusia 56 tahun itu juga mengatakan kepada Komite Intelijen Senat bahwa Trump mencoba memintanya menghentikan penyelidikan terhadap mantan penasihat keamanan nasional AS Michael Flynn pada Februari lalu.
Dalam sesi tanya jawab dengan Komite Intelijen Senat, Comey menegaskan Trump adalah presiden yang tidak dapat dipercaya. Ia meyakini dirinya dipecat karena kasus penyelidikan Rusia dan dianggap dapat membahayakan kepentingan pemerintahan Trump.
Perkembangan terbaru kasus dugaan campur tangan Rusia saat ini juga melibatkan putra dari Trump, yaitu Donald Trump Jr. Ia disebut melakukan pertemuan dengan pengacara Rusia bernama Natalia Veselnitskaya selama masa kampanye sang ayah dalam pemilu AS 2016.
Ini dilakukan setelah seorang praktisi hubungan masyarakat asal Inggris, Rob Goldtone menawarkan Trump Jr ada informasi penting mengenai Hillary Clinton melalui email. Informasi itu dianggap akan menguntungkan Trump yang maju dalam pemilu AS 2016.
Salah satu email yang disebut diberikan kepada Trump Jr berisi bahwa seorang jaksa Rusia menawarkan tim kampanye Trump sejumlah dokumen resmi dan informasi yang dapat menjerat Clinton secara hukum. Tak ketinggalan, dalam surat elektronik itu juga dituliskan kepada pria berusia 39 tahun itu, bahwa kerja sama mereka nantinya dapat sangat berguna untuk kemenangan ayahnya.
Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Trump Jr mengakui pertemuan itu memang pernah terjadi. Namun, ia mengatakan sang ayah tidak pernah mengetahui bahwa dirinya mengadakan pertemuan yang disebut olehnya 'tidak berarti apapun itu' tak perlu diketahui.
Trump Jr juga menekankan bahwa ia sendiri tidak mengingat secara rinci pertemuan itu. Menurutnya, tidak ada apapun yang penting dalam pertemuan yang disebut diadakan di Trump Tower, New York pada Juni 2016.