Rabu 19 Jul 2017 16:02 WIB

Kapan Seseorang Dikatakan tidak Baik?

 Pejalan kaki melintasi jalur pedestrian yang sedang diperbaiki. (ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Pejalan kaki melintasi jalur pedestrian yang sedang diperbaiki. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh: Karman

Siti Aisyah pernah ditanya, "Kapan seseorang dikatakan tidak baik?" Ia menjawab,"Ketika ia meng anggap dirinya paling baik." (Kitab al-Taisir bi al-Syarh al-Jaami al- Shagir, II: 312).

Jawaban Siti Aisyah sangat singkat tetapi memiliki makna yang mendalam. Apa yang dikatakannya dalam ilmu akhlak biasa disebut dengan ujub, satu dari sekian jenis akhlak buruk. Ujub berarti terpesona atau kagum terhadap kebaikan atau kehebatan diri sendiri. Nabi SAW telah mengingatkan bahayanya.

Siapa pun yang terjangkit akhlak buruk ini dapat dipastikan sedang berada di tepi jurang kecelakaan. Hal tersebut ditegaskan dalam hadis, "Ada tiga hal yang dapat mendatangkan kecelakaan: pertama, kikir yang ditaati; kedua, nafsu yang diperturutkan; dan ketiga, kekaguman seseorang terhadap (kebaikan) dirinya." (HR Tabrani).

Jika dicermati secara saksama, ujub bersumber dari dua hal, yakni kebaikan dunia dan kebaikan agama (akhirat). Kebaikan dunia salah satunya berupa kekuatan, baik kekuatan fisik, jumlah pengikut, maupun kepandaian. Sedangkan, kebaikan agama bisa berupa keimanan dan ibadah.

Bahaya ujub karena merasa kuat pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, yaitu pada Perang Hunain. Pada perang ini, Nabi SAW membawa pasukan yang sangat besar. Jumlahnya sekitar 12 ribu orang. Merasa jumlah pasukan besar, se bagian sahabat sudah merasa menang. Akibatnya, mereka lalai dari incaran siasat musuh. Ketika sampai di lembah Hunain, pasukan Islam diserang mu suh dari segala penjuru. Pasukan Islam pun sempat kocar-kacir. Setelah intro speksi dan konsolidasi serta atas per tolongan Allah, akhirnya peperangan dimenangi kaum Muslimin. Peristiwa ini diabadikan dalam Alquran surah at- Taubah (9): 25.

Sedangkan, ujub yang disebabkan agama tecermin pada keyakinan dan perilaku. Orang ujub merasa paling benar dan suci karena sudah melaksanakan agama sesuai dengan tuntutan. Merasa surga sudah ada di genggamannya sehingga melihat orang lain yang berbeda dianggapnya sesat dan divonis sebagai ahli neraka.

Orang ujub juga merasa paling pintar dalam hal agama sehingga tidak memberi ruang orang lain untuk bicara agama. Ia sering menilai orang dari sisi siapa yang bicara, bukan dari apa yang dibicarakannya. Ujub model pertama se ring menjangkiti sebagian kecil orang yang tinggi ghirah keagamaannya tetapi miskin ilmu. Sedangkan, model kedua sering menjangkiti seba gian kecil orang-orang pandai tetapi miskin akhlak.

Ketika sudah merasa paling suci atau pandai, ia akan abai terhadap dosa. Dan jika akhlak buruk ini sudah menjadi bagian hidupnya, jurang kehancuran telah menanti di hadapan mata. "Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS an-Najm [53]:32).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement