REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aplikasi GPS pada Kapal Wanderlust yang mengangkut sabu-sabu seberat satu ton diketahui dimatikan lima anak buah kapal asal Taiwan. Hal itu dilakukan agar keberadaannya tidak terlacak selama berada di laut.
"Dia lima orang kan transporter (pengangkut), jadi dia matikan (GPS) supaya tak bisa dilacak," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta, Kamis (19/7).
Menurut Nico, pelacakan kapal tersebut berawal dari informasi yang diberikan polisi dan departemen kehakiman Taiwan. "Ini semua dapat berjalan karena ada informasi dari kepolisian maupun departemen kehakiman di Taiwan ada informasi kapal tersebut hingga kami teruskan ke Bakamla, Ditpolair dan Bea Cukai," kata dia.
Nico mengungkapkan, kapal pengangkut sabu yang dikendalikan bandar besar di Cina itu baru bisa ditangkap saat kepolisian mendapatkan informasi dari pihak Bea Cukai. Bea Cukai mendapati kapal tersebut akan merapat di perairan Tanjung Berakit, Pulau Bintan, Kepulauan Riau, Sabtu (15/7) dini hari. "Jadi pihak kepolisian menyebar informasi ke setiap instansi agar kapal itu tak lolos. Akhirnya atas analisis teman di Bea Cukai ada informasi kapal itu merapat dan dibawa ke pelabuhan di Batam," ujarnya.
Selama penyelidikan, kata Nico, polisi juga terus berkoordinasi dengan kepolisian Taiwan guna memantau pergerakan sindikat narkoba jaringan internasional. "Kami beberapa kali berangkat ke Taiwan untuk memantau pergerakan kelompok ini. Dan dibantu dengan kepolisian sana sehingga sindikat ini dapat terlihat," kata dia.
Jika melihat pola dan cara yang digunakan, kata Nico, perencanaan penyelundupan ini sebenarnya cukup matang. Namun polisi yang telah bekerja sama dengan polisi Taiwan telah mengendusnya terlebih dahulu sehingga berhasil menjegal penyelundupan ini. "Bisa dibayangkan berangkat dari Taiwan, lintas negara membutuhkan waktu lama dan uang yang besar membeli bensin, menyewa kapal ini tentu jaringan internasional," kata dia.