REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Gerindra di DPR RI menyatakan konsistensinya menolak adanya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Gerindra menilai presidential threshold bertentangan dengan undang-undang. "Memang benar pernah diuji dalam MK bahwa threshold bukan problem, tapi masalahnya penyelenggaraan pemilu 2019 dilakukan serentak antara pemilihan legislatif dan presiden. Maka threshold hasil pemilu apa yang akan dijadikan landasan," ujar Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani dalam Rapat Paripurna di Jakarta, Kamis (20/7).
Seperti diketahui ambang batas pencalonan presiden mensyaratkan kepada setiap partai yang ingin mencalonkan presiden untuk memenuhi persentase tertentu dari perolehan kursi DPR atau suara sah nasional. Namun menurut Gerindra, jika ambang batas ini diterapkan dalam pemilu serentak, di mana pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dilakukan bersamaan, maka tidak jelas persentase perolehan kursi atau suara sah nasional mana yang digunakan untuk mencalonkan presiden.
Jika menggunakan persentase perolehan kursi DPR atau suara sah nasional pada Pemilu 2014, maka hal ini juga menurut Gerindra patut dipertanyakan. "Apakah kita tiket yang telah kita sobek akan kita gunakan lagi untuk Pilpres 2019. Ini logika yang belum dapat kami terima," ujar Muzani.
Gerindra menyatakan ambang batas berapapun, jika diimplementasikan dalam pemilu serentak 2019 tidak sesuai bahkan bertentangan dengan undang-undang. "Kami berharap mata hati kawan-kawan sekalian. Kami ingin musyawarah dikedepankan," jelas Muzani.