Kamis 20 Jul 2017 14:46 WIB

Malala Kutuk Cina Atas Kematian Liu Xiaobo

Malala Yousufzai
Foto: EPA
Malala Yousufzai

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Peraih Nobel Malala Yousafzai mengutuk perlakuan Cina terhadap rekan pemenang penghargaan Nobel Perdamaian Liu Xiaobo setelah kematiannya karena kanker hati dalam tahanan minggu lalu.

Liu (61 tahun) dipenjara selama 11 tahun di 2009 dengan tuduhan "menghasut subversi kekuasaan negara" setelah dia membantu menulis sebuah petisi yang dikenal sebagai "Piagam 08" yang menyerukan reformasi politik yang meluas di Cina.

Penahanan Liu berarti dia tidak dapat menghadiri penyerahan Hadiah Nobel Perdamaiannya pada tahun 2010, dan dia menjadi pemenang kedua yang meninggal dunia dalam tahanan negara. Carl von Ossietzky adalah pemenang Nobel Perdamaian pertama yang meninggal dalam tahanan di Jerman pada 1938. Liu Xia, istri Liu, tetap berada dalam tahanan rumah.

"Saya mengecam pemerintah yang menyangkal kebebasan rakyat," kata Yousafzai (20) seorang pegiat pendidikan Pakistan yang menjadi terkenal ketika seorang pria bersenjata Taliban menembaknya di kepala pada tahun 2012, kepada Reuters di sebuah sekolah di kota Maiduguri, Nigeria timur laut.

"Saya berharap orang-orang akan belajar dari apa yang dia (Liu) lakukan dan bergabung bersama dan berjuang untuk kebebasan, memperjuangkan hak-hak rakyat dan memperjuangkan persamaan," katanya.

Perjalanan Yousafzai ke Nigeria ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan masalah pendidikan di negara berpenduduk paling padat di Afrika di mana lebih dari 10,5 juta anak-anak tidak bersekolah, lebih banyak daripada di tempat lain di dunia.

Masalah ini dirasakan lebih parah di kawasan utara yang mayoritas Muslim. Di kawasan selatan selama beberapa dekade telah menerima investasi yang lebih besar dan sistem sekolah yang dimulai oleh pendeta Kristen yang berafiliasi dengan koloni Inggris.

Nigeria perlu "meningkatkan anggaran untuk pendidikan dan mereka perlu mengumumkannya, jumlah anggaran yang direncanakan dan berapa pengeluarannya," kata Yousafzai. Sejak perjalanan pertamanya ke Nigeria tiga tahun lalu, proporsi anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan turun dari di atas 10 persen menjadi sekitar enam persen, katanya.

Pemberontakan militan delapan tahun Boko Haram, yang namanya kira-kira berarti "pendidikan Barat dilarang," telah menambah masalah pendidikan di kawasan utara Nigeria. Militan telah menghancurkan ratusan sekolah dan membuat jutaan orang mengungsi, memaksa mereka masuk ke kamp pengungsian yang seringkali kekurangan kebutuhan dasar, apalagi sekolah yang layak.

Pada Senin, Malala meminta presiden Nigeria, Yemi Osinbajo, untuk menyeru keadaan darurat untuk pendidikan negara tersebut. "Nigeria di utara juga menderita mengalami konflik dan ekstremisme," katanya.

"Jadi penting dalam pengertian itu juga bahwa mereka memprioritaskan pendidikan untuk melindungi masa depan."

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement