REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai meminta agar pihak kepolisian untuk menunda penegasan hukum terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan oleh pemerintah. Itu karena HTI tengah menggugat keputusan Kemenkumham ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
Keputusan tersebut menyangkut pembubaran Ormas HTI melalui pencabutan status badan hukumnya. "Kita minta penegakan hukumnya jangan dulu untuk sementara karena pasti ada proses gugatan konsekuensinya bagaimana kalau judicial review di Mahkamah Konstitusi atau PTUN dimenangkan oleh HTI terus bagaimana dengan mereka yang sudah dihukum," tegas Pigai, saat dihubungi melalui telepon, Kamis (20/7).
Kemudian Pigai menilai pembubaran sebuah organisasi, harus dilihat dari konteks sebuah organisasi itu sendiri. Salah satunya adalah untuk tidak menekankan adanya punismen kepada mantan anggota HTI. Sebab, kata Pigai, yang dibubarkan itu organisasi dan kegiatannya.
Hal itu berbeda dengan anggota dan cara pandang, pikiran, dan perasaan individu karena itu tidak bisa diadili. Sehingga tidak boleh ada pengekangan terhadap mantan anggota yang menyampaikan pikiran perasaan dan pendapat berdasarkan dogma agama yang dianutnya. Karena, Pigai menganggap, hal itu sama saja dengan menistakan agama.
"Apalagi Undang-undang juga melindungi kebebasan berpendapat," terang Pigai.
Selain itu, saat ini HTI juga sudah memiliki standing position untuk bisa menghasilkan gugatan. Sehingga pembubaran HTI belum bisa dianggap sebagai keputusan final dan mengikat.
"Kami juga menyatakan keluarnya Perpu ini cacat prosedural penuh dengan pelanggaran HAM. Adanya niat untuk mengekang kebebasan sipil kebebasan berserikat berorganisasi pikiran perasaan dan pendapat," tutupnya.