REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten bertambah 17,3 ribu orang dari 657,74 ribu pada September 2016 menjadi 675,04 ribu orang pada Maret 2017. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banten Agoes Soebeno menjelaskan persentase penduduk miskin di provinsi itu pada Maret 2017 mencapai 5,45 persen.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada September 2016, maka selama enam bulan terjadi peningkatan sebesar 0,09 poin setelah rilis semester sebelumnya menunjukkan angka 5,36 persen. Ia juga menyebutkan persentase penduduk miskin baik di daerah perkotaan maupun perdesaan mengalami Peningkatan.
Persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 4,49 menjadi 4,52 persen dan persentase penduduk miskin di perdesaan naik dari 7,32 pada September 2016 menjadi 7,61 pada Maret 2017. Faktor-faktor penyebab kenaikan angka kemiskinan di Banten periode September 2016-Maret 2017 adalah inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode Maret 2017 hanya sebesar 98,19.
NTP dibawah 100 berarti petani mengalami defisit, pendapatan yang diterima lebih rendah daripada pengeluarannya. Sedangkan NTP periode September 2016 mencapai 100,47.
Selang periode Maret 2011 sampai Maret 2017, jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten cukup fluktuatif. Pada September 2013, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibanding periode sebelumnya. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari 677,51 ribu orang pada September 2013 menjadi 622,84 ribu orang.
Penduduk miskin di Provinsi Banten pada September 2014 bertambah 4,23 persen dibanding periode sebelumnya. Periode Maret 2015 jumlah penduduk miskin masih mengalami kenaikan sebesar 53,21 ribu orang. Pada periode-periode selanjutnya, penduduk miskin di Banten terus mengalami penurunan, hingga pada September 2016 persentase penduduk miskin mencapai 5,36 persen atau berkurang sebanyak 370 orang.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2017, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 70,47 persen sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 70,29 persen.
Soebeno menyebutkan, lima komoditi makanan dan nonmakanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan. Komoditi makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan mie instan.
Sedangkan satu komoditi makanan yang berbeda adalah daging ayam ras di perkotaan dan kopi bubuk dan kopi instan (sachet) di perdesaan. "Biaya perumahan, bensin, pendidikan, listrik, angkutan (perkotaan), dan pakaian jadi perempuan dewasa (perdesaan) adalah lima komoditi non makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan," katanya.