REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai ada sikap distriminatif dari aparat kepolisian dalam menyelesaikan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. Terlebih, setelah 100 hari penyiraman itu berlalu, tidak ada perkembangan apa-apa dalam upaya penyelesaian kasus.
"Penanganan terhadap kasus Novel mestinya maksimal. Tetapi yang terjadi sebaliknya. Sudah 100 hari tidak terjadi perkembangan apa-apa. Ini berarti ada sikap diskriminatif dalam prnanganan kasus Novel," kata Fickar saat dihubungi Republika, Kamis (20/7).
Fickar menilai, penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel mestinya maksimal karena itu merupakan teror terhadap KPK dan lembaga penegak hukum. Motif penyerangan juga menurutnya sudah jelas, yakni berkaitan dengan pekerjaannya sebagai penyidik senior pada KPK.
"Motif penyerangan terhadap Novel sudah jelas berkaitan dengan pekerjaannya. Dimana pekerjaannya banyak membuat orang, tetutama kelompok sasaran KPK marah," terang Fickar.
Seperti diketahui, tepat 100 hari lalu dua orang pria tak dikenal meneror penyidik senior KPK Novel Baswedan dengan cara menyiramkan air keras. Akibatnya, hingga saat ini penyidik senior KPK itu masih menjalani perawatan intensif di Singapura. Namun, setelah 100 hari peristiwa berlalu, polisi belum mampu mengungkap pelaku dan motif kasus.
Baca juga, Diserang Air Keras, Ini Kata Setya Novanto.