REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejayaan yang diraih Kesultanan Utsmaniyah pada masa lalu tidak bisa dilepaskan dari peranan militernya yang mum puni. Salah satu kekuatan militer yang pernah mengharumkan nama dinasti Turki itu adalah Korps Sipahi (atau kadang juga dieja dengan Spahi).
Sipahi adalah korps kavaleri feodal Kesultanan Utsmaniyah yang sangat di takuti di Eropa selama abad pertengahan. Kata 'sipahi' sendiri berakar dari bahasa Persia yang berarti 'pasukan berkuda'.
Proses rekrutmen Sipahi berkembang seiring dengan meluasnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah. Pada abad ke- 14, anggota korps itu direkrut dari kalangan anak-anak muda yang ada di setiap provinsi kerajaan. Dalam proses pere krutan tersebut, pemerintah Utsmaniyah tidak memedulikan agama yang dianut oleh para calon prajurit itu. Baik Muslim maupun non-Muslim, mempunyai pe luang yang sama menjadi Sipahi.
Sipahi bukan sekadar unit militer di zamannya, tetapi juga kelas sosial yang menjadi 'tuan tanah' di daerah-daerah kekuasaan Utsmaniyah. Para tentara itu mendapatkan bayaran dari penduduk yang tanahnya mereka kuasai. Imbalan tersebut sekaligus menjadi imbalan atas pekerjaan mereka sebagai pegawai militer kerajaan.
Seorang Sipahi juga dituntut bisa mengumpulkan pajak dan membantu menjaga tanah di daerah tempat mereka berdinas. Sebagian Pajak yang dikumpul kan dari penduduk mereka gunakan untuk membeli senjata dan perlengkapan perang. Sebagian dari pajak yang mereka pungut itu juga dipakai untuk menggaji pelayan-pelayan pribadi Si pahi—yang dikenal sebagai cebelu. Para celebu ini memiliki tugas untuk membantu majikan mereka mengenakan baju besi dan merawat kuda-kuda perang milik Sipahi.
Peralatan militer yang digunakan Sipahi tidaklah murah harganya. Setiap tentara elite itu memakai baju perang berbahankan besi dan pelat. Mereka juga mengenakan pelindung kepala yang terbuat besi. Tak hanya itu, kuda-kuda tunggangan Sipahi pun memakai baju zirah dari besi, membuat tampilan me reka tampak seperti sebuah tank-tank baja di zaman modern. Tentara Sipahi juga dipersenjatai dengan sejumlah sen jata khas, yaitu pedang, tombak, busur, dan palu perang.
Menurut Encyclopaedia Britannica, tentara Sipahi mengisi sebagian besar kekuatan militer Utsmaniyah sampai sekitar pertengahan abad ke-16. Sejak saat itu, posisi mereka secara bertahap mulai digantikan oleh Yeniçeri (Janisari), sebuah korps elite tentara infanteri yang dibentuk Sultan Murad I pada 1363.
Peralihan fungsi utama kekuatan militer Utsmaniyah dari Korps Sipahi ke Korps Yeniçeri ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya penggunaan senjata api pada masa itu, sehingga membuat pengaruh pasukan kavaleri menjadi tidak begitu signifikan dalam pertempuran.
Pada abad ke-18, pamor Sipahi se bagai unit militer kebanggaan Utsmani yah kian meredup. Korps tersebut akhir nya dihapuskan secara resmi pada 1831 oleh Sultan Mahmud II. Pembubaran Sipahi ketika itu sebagai bagian dari program sang sultan untuk membangun sistem militer baru yang bergaya lebih modern.