REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat kawasan hutan di Pulau Sumatra tersisa 11 juta hektare, dan bila laju deforestasi tidak dikendalikan, maka pada 25 tahun mendatang tidak ada lagi hutan di sana.
"Dari analisis Cita Satelit Lansat TM 8 yang kami lakukan, pada 2015 lahan kritis atau areal terbuka meningkat jadi 556 persen, peningkatan perkebunan 141 persen dan peningkatan hutan tanaman industri 381 persen," kata Anggota Dewan Pengawas KKI Warsi Sukri Sa'ad di Jambi, Jumat (21/7).
Dalam kurun waktu 25 tahun, Pulau Sumatra kehilangan sembilan juta hektare hutan atau pada tahun 1990 tutupan hutan di Sumatra masih 20 juta hektare, namun pada 2015 hutan sumatera yang masih tersisa hanya tinggal 11 juta hektare.
"Jika kondisi ini masih terus berlanjut dan tidak ada upaya yang nyata, maka dalam waktu 25 tahun ke depan tidak akan ada lagi hutan di Sumatra," kata dia.
Hilangnya tutupan hutan dalam jumlah yang signifikan menurutnya, telah membawa dampak terhadap masyarakat yang hidup di dalam sekitar kawasan hutan sehingga menjadi termarginalkan.
Dampak lain yang muncul juga kata dia seperti bencana ekologi dan hilangnya plasma nutfah serta cadangan biodversity penting, sehingga kondisi tersebut memicu bencana ekologis dan perubahan iklim.
Pihaknya mencatat, pada kurun waktu 2010-2016 di Jambi korban meninggal akibat bencana banjir dan longsor mencapai 46 orang, dan korban meninggal akibat bencana penambangan liar mencapai 55 orang.
"Deforestasi jug menyebabkan berkurangnya sumber pangan dan ketersediaan air bersih, dampak ini yang paling dirasakan oleh kelompok masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan dengan kondisi ekonomi yang juga masih rendah," katanya.
Dampak akibat laju deforestasi itu memberikan peringatan kepada kita bahwa ada ketimpangan yang terjadi di alam, sehingga sangat diperlukan untuk melakukan pemulihan dan penanganan cepat untuk mengatasi dampak yang lebih luas kedepannya, katanya menambahkan.
Sementara itu, Direktur KKI Warsi Dicki Kurniawan, mengatakan meskipun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moratorium perizinan pembukaan hutan dan lahan perkebunan pada tahun 2011 namun laju deforestasi juga masih tinggi.
Selain itu juga yang disayangkan sampai saat ini data-data terkait perizinan itu belum dipublikasikan oleh pihak terkait. "Selama kurun waktu enam tahun berdasarkan hasil overlay peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PPIPB) masih kehilangan tutupan hutan 2,7 juta hektare," kata Dicki.