REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeluarkan larangan bagi warganya yang hendak melakukan perjalanan ke Korea Utara (Korut). Laporan ini didapat dari dua perusahaan tur, Koryo Tours dan Young Pioneer Tours.
Selama ini, dua jasa tur ini menawarkan wisata ke Korut bagi orang-orang yang berada di AS. Salah satu perusahaan tur, Young Pioners Tours menjadi agen perjalanan yang pernah membawa Otto Warmbier ke nagara terisolasi itu.
Warmbier pernah melakukan perjalanan ke Korut hingga ia ditangkap oleh pihak berwenang di negara itu karena tuduhan mencuri spanduk propaganda dari sebuah hotel. Pria berusia 22 tahun itu kemudian harus menjalani tahanan di penjata selama 15 bulan, hingga di sana mengalami penyakit otak dan koma, serta akhirnya dipulangkan ke AS.
Setelah dipulangkan ke AS pada 13 Juni lalu dengan alasan kemanusiaan, Warmbier sempat ditangani oleh rumah sakit di Negeri Paman Sam. Namun, pada 19 Juni, orang tua dari mahasiswa jurusan ekonomi di Universitas Virginia itu mengabarkan kematiannya sekitar pukul 2.20 waktu setempat.
Sejak itu, jasa tur Young Pioners mengatakan tidak akan lagi membawa warga AS ke Korut. Perusahaan yang berbasis di Cina itu juga menuturkn bahwa Pemerintah AS secara resmi mengeluarkan larangan agar tidak lagi ada warga negara mereka yang pergi ke sana.
"Larangan ini mulai berlaku pada 27 Juli dan setelah 30 hari masa tenggang, setiap warga AS yang hendak bepergian ke Korut akan mendapat penolakan di paspor mereka," ujar pernyataan dari Young Pioneer, dilansir BBC, Jumat (21/7).
Salah satu anggota Young Pioneer Tours mengatakan bahwa larangan ini pertama kali diberitahukan oleh Kedutaan Besar Swedia. Kedutaan besar negara itu selama ini menangani urusan warga AS yang berada di sana.
Kini, pemeriksaan dan pengecekan jumlah warga AS yang masih berada di Korut dilakukan. Ada tiga orang warga negara itu yang hingga saat ini masih berada di sana dan ditahan karena dugaan pelanggaran.
Mereka adalah Kim Dong-chu, seorang warga AS yang berada di Korut dan dijatuhi hukuman pada April 2016. Ia diduga bekerja sebagai mata-mata dan divonis 10 tahun hukuman kerja paksa.
Kemudian ada Kim Sang-duk, seorang profesor keturunan Korea-Amerika yang bekerja di Universitas Sains dan Teknologi Pyongyang (PUST). Ia ditahan pada April lalu, namun tak diketahui alasan di balik penangkapannya.
Terakhir ada Kim Hak-song yang juga bekerja di PUST. Ia ditahan pada Mei lalu karena diyakini memancing tindakan permusuhan kepada Korut.