REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meyakini pertumbuhan kredit hingga akhir tahun 2017 akan sesuai dengan proyeksi bank sentral yang sebesar 10-12 persen.
Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo menjelaskan, saat ini rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) sudah membaik di kisaran 3,1 persen year on year (yoy) secara gross, dan NPL netto 1,4 persen.
"Kita ingin target 10-12 persen tetap bisa dicapai. Tetapi pertumbuhan kredit perbankan itu year to date 2,6 persen, jadi rendah. Tapi sekarang kredit bermasalahnya juga menurun," ujar Agus DW Martowardojo di Jakarta, Jumat (21/7).
Pertumbuhan kredit Mei 2017 tercatat 8,7 persen (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 9,5 persen (yoy). Pertumbuhan kredit perbankan secara bulanan (year to date) yang masih rendah disebabkan oleh perbankan dan korporasi yang masih melakukan konsolidasi kredit bermasalah. Namun, Agus menilai dengan adanya relaksasi aturan kredit bermasalah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberikan stimulus pertumbuhan kredit bagi perbankan.
Pada 2015, OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK/03/2015 tentang Ketentuan Kehati-Hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum. Relaksasi tersebut berupa pelonggaran aturan restrukturisasi kredit dari tiga pilar (sektor industri, kondisi perusahaan, dan kemampuan membayar) menjadi hanya satu pilar yaitu kemampuan membayar. Stimulus ini akan berakhir masa berlakunya pada bulan Agustus mendatang dan rencananya akan diperpanjang.
"Nah kalau relaksasinya jatuh tempo di Juli atau Agustus, dampaknya seperti apa, mungkin perbankan masih memperhatikan itu," kata Agus.
Agus memaparkan, alasan masih rendahnya pertumbuhan kredit pada paruh pertama tahun 2017 disebabkan oleh kehati-hatian perbankan atas peningkatan kredit bermasalah. Selain itu, permintaan kredit juga rendah dikarenakan banyaknya perusahaan yang ikut kebijakan amnesti pajak.
Di sisi lain, harga komoditi belum kelihatan akan membaik, sehingga korporasi masih harus melakukan konsolidasi untuk menjaga neraca agar sehat, serta menjaga profitabilitasnya. Hasilnya, korporasi-korporasi mulai membukukan keuntungan yang lebih baik.
"Tapi bukan karena penjualan, lebih karena mereka melakukan efisiensi, dan upaya pelunasan utang-utang. Nanti kalau seandainya sudah ekspansi lagi itu membantu pertumbuhan ekonomi kita ke depan," jelasnya.
Selain kondisi NPL perbankan yang membaik, kondisi perbankan lainnya juga membaik, tercermin dari rasio kecukupan modal yang berkisar 22,7 persen dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) 89-90 persen.
Agus optimistis pada paruh kedua 2017 ini daya beli masyarakat akan meningkat seiring dengan realisasi bantuan sosial dari pemerintah yang akan mendorong pertumbuhan kredit. Di sisi lain, dampak pembangunan infrastruktur juga akan mendorong bisnis kontraktor.