REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Enam orang tewas pada Jumat (21/7), dalam serentetan kekerasan Israel-Palestina paling berdarah dalam beberapa tahun ini, dipicu penerapan tindakan keamanan baru oleh Israel di tempat suci Yerusalem.
Tiga warga Israel ditikam hingga tewas, di sebuah pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel, beberapa jam setelah tiga warga Palestina tewas dalam kekerasan yang dipicu oleh pemasangan pelacak logam oleh Israel, pada titik masuk kawasan bukit rumah suci di Kota Tua Yerusalem.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memerintahkan penghentian semua hubungan resmi dengan Israel sampai pelacak logam tersebut dibongkar. Dia tidak memberikan rincian lebih lanjut, namun saat ini hubungan di antara dua negara itu sebagian besar terbatas pada kerja sama keamanan.
"Saya menyatakan penghentian semua hubungan dengan Israel pada semua tingkat, sampai mereka membatalkan tindakannya di masjid al Aqsa dan mempertahankan status quo," kata Abbas dalam sebuah pernyataan di saluran televisi.
Ketiga warga Israel itu ditikam hingga tewas dan korban keempat menderita luka, mereka berasal dari pemukiman Neve Tsuf di Tepi Barat. Media Israel mengatakan ketiga korban tewas itu merupakan anggota dari keluarga yang sama, dua pria berusia 60 dan 40 tahun, serta seorang wanita berusia 40 tahun.
Wanita yang terluka, berusia 68 tahun, kini dirawat di rumah sakit akibat luka tusukan di punggungnya, kata media Israel.
Sebuah gambar yang disiarkan televisi Israel menunjukkan keadaan sebuah ruang dapur, dengan lantai yang berubah menjadi merah warnanya akibat ceceran darah.
Keluarga itu sedang duduk untuk menyantap makan malam sederhana ketika serangan terjadi, menurut Radio Israel. Radio Israel menyebut jati diri pelaku sebagai warga Palestina berusia 19 tahun, berasal dari desa Khobar, Tepi Barat dekat Ramallah. Pernyataan dari radio tersebut mengatakan pelaku akhirnya ditembak, namun kondisinya tidak diketahui.