REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menyampaikan ceramah dalam acara haul Syeikh Nawawi Al-Bantani ke-124 di Pondok Pesantren An-Nawawi, Tanara, Serang, Banten, Jumat (21/7) malam. Ada kesan tersendiri bagi Kiai Cholil dalam menyampaikan sosok Syeikh Nawawi, karena ulama besar ini kerap menjadi rujukannya saat belajar di pesantren.
"Saya sempat gemetar saat diminta oleh Kiai Ma'ruf untuk mengisi taushiyah karena betapa agungnya Syeikh Nawawi di mata saya sejak nyantri dulu sampai sekarang," ujar Kiai Kholil kepada Republika.co.id, Sabtu (22/7)
Menurut Kiai Cholil, Syeikh Nawawi merupakan ulama besar, Imam Masjidil Haram, Sayyid Ulama Hijaz, dan ulama terkemuka pada abad XIV Hijriyah. Kata dia, Syeikh Nawawi adalah murid Syeikh Ahmad Khothib Sambas (1803-1875) yang menjadi imam Masjidil Haram dan kemudian diwarisi oleh Syeikh Nawawi.
Bahkan, lanjut dia, Syeikh Nawawi tergolong ulama yang produktif, karena kitab karangannya yang ditulis dalam bahasa Arab kurang lebih ada 115 kitab. "Menurut hasil penelitian Martin Van Brunissen, seorang peniliti Indonesia asal Belanda bahwa dari 46 pesantren terkemuka di Indonesia sebanyak 42 pesantren mengajarkan kitab-kitab Syeikh Nawawi," ucap Kiai Cholil.
Di antara murid Syeikh Nawawi yang mengajarkan kitab-kitab Syeikh Nawawi di pesantrennya yaitu Syeikh Ahmad Khothib al Minangkabowi (1860-1916), Syeikh Mahfuz Tarmas (1868-1820), Syeikh Kholil Bangkalan, Pendiri NU Syeikh Hasyim Asy'ari (1875-1947 M), dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan (1868-1923)
"Kekhasan kitab-kitan Syeikh Nawawi Al-Bantani adalah berupa syarah (penjelasan) sehingga memudahkan untuk memahami kitab ulama terdahulu, khususnya bagi pemula dan non Arab," katanya.
Selain kitab Fathul Majid Nuhayatuz Zain juga ada karya monomental Syeikh Nawawi, yaitu Tafsir Al Munir fi Ma'alimit Tanzil. Kitab tafsir ini yang mengundang kagum Ulama Al Azhar sehingga mengundangnya hadir menjadi narasumber dalam halaqah para masyayikh Al Azhar.
Kiai Cholil juga mengatakan, bahwa meskipun Syeikh Nawawi sibuk mengajar dan menjadi imam di Masjidil Haram tapi tetap punya perhatian besar kepada Indonesia. Selain membina dan mendidik calon ulama Indonesia juga menyerukan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, menurut Kiai Cholil, Syeikh Nawawi memfatwakan "haram" bekerja sama dengan penjajah.
"Fatwa ini melahirkan pemberontakan kaum Tani di Banten tahun 1880. Fatwa itu pula yang menjadi pegangan Syeikh Hasyim Asy'ari dalam memperjuangkan kemerdekan. Bahkan fatwa resolusi Jihad 22 Oktober 1945 di Surabaya tak lepas dari kerangka fikih Syekh Nawawi," ujar Kiai Cholil.
Kiai Cholil menambahkan, jika ingin mengembangkan Islam khasanah pemikiran Indonesia untuk dunia, maka prototipenya adalah Syeikh Nawawi yang telah terbukti keberhasilannya merajut harmoni antara agama dan negara. "NKRI dengan Pancasila yang dirumuskan oleh pendiri bangsa bersama para ulama ini, tak lepas dari buah ilmu dari Syekh Nawawi al Jawi al Bantani," katanya.