REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara PT Indo Beras Unggul (IBU), Jo Tjong Seng menegaskan, beras yang dijual dengan merk Cap Ayam Jago dan Maknyuss dibeli dari gabah petani, bukan menggunakan beras subsidi. Meski pihak kepolisian menyebut pembelian tersebut dilarang karena para petani menggunakan pupuk bersubsidi.
"Sampai saat ini kami tidak mengetahui adanya peraturan larangan pembelian gabah yang menggunakan pupuk subsidi," katanya kepada wartawan saat ditemui di Hotel Century Park, Ahad (23/7).
Gabah yang dibeli oleh perusahaan berasal dari para petani di sekitar pabrik, yakni Bekasi hingga Subang, juga beberapa petani binaan di Provinsi Banten. Harga pembelian di atas HPP atau harga acuan pembelian pemerintah diberikan kepada petani yang menghasilkan gabah sesuai kriteria mutu perusahaan.
Sayangnya, ia enggan mengatakan, berapa insentif tambahan tersebut. Selain membeli gabah dari para petani maupun kelompok tani, pihaknya terlibat aktif dalam peningkatan kesejahteraan petani melalui pendampingan bantuan teknis untuk meningkatkan produktivitas dan mutu produksi. Dengan begitu, diharapkan akan ada peningkatan kesejahteraan bagi para petani. "Ada nilai tambah beli gabah," ujar dia.
Beras yang dijual perusahaan, diakui Jo Tjong Seng atau yang akrab disapa Aseng, telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan masuk dalam beras premium. Parameter premium sesuai SNI tersebut ditentukan berdasarkan fisik, yakni derajat sosoh yang mencakup kebersihan, keputihan, dan mengkilatnya beras dan kadar air di bawah 14 persen. Kandungan gizi juga dipaparkan secara jelas dalam kemasan guna memudahkan para konsumen mendapatkan informasi.
Angka kandungan gizi yang tertera di kemasan didapat dari pengujian yang dilakukan di laboratorium terakreditasi. Untuk menjaga mutu beras tersebut, pihaknya secara periodik melakukan pengujian kembali melalui laboratoriun terakreditasi. "Tidak ada kaitannya dengan jenis ataupun varietas beras," kata dia.
Varietas yang ditanam para petani yang bekerja sama dengan PT. IBU adalah varietas yang menjadi pilihan konsumen seperti IR 64, Ciherang, Himpari, dan varietas lainnya. Ia mengaku tidak mengetahui secara jelas apa saja varietas yang mereka tanam.
Namun, berbagai jenis beras tersebut diolah perusahaan dengan sangat hati-hati untuk mengurangi adanya patahan. Dengan begitu, beras yang didapat dari petani tersebut diproduksi menjadi beras kemasan sesuai dengan kriteria mutu SNI. "Beras Rojolele yang terkenal premium kalau nggak dikelola dengan baik akan jadi beras medium," katanya.