REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sosiolog dari Universitas Padja djaran (Unpad) Bandung, Budi Rajab, mengatakan, bisa masuknya dakwah ke kalangan komunitas punk dan underground di Tanah Air tidak dapat dilepaskan dari karakteristik Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan.
"Karena mereka (para punker dan pencinta musik underground) itu hidup di negara beragama, dakwah Islam tidak mustahil dapat mereka terima dengan mudah," ucapnya, belum lama ini.
Dia menuturkan, jika dakwah itu disampaikan kepada kalangan punkers di negara-negara sekuler, hasilnya tentu akan berbeda. Sebab, masyarakat di sana pada umumnya tidak menganggap agama sebagai sebuah hal yang prinsip dalam aktivitas duniawinya.
"Kalaupun ada anak-anak Indonesia yang sekarang mengaku dirinya sebagai punker, mereka itu pada dasarnya telah mendapatkan asupan nilai-nilai agama sejak kecil, baik dari keluarga maupun dari lingkungannya. Agama itu bukan sesuatu yang asing dalam hidup mereka," kata Budi.
Dia menambahkan, para punker yang ada di Indonesia kebanyakan lebih cenderung memaknai punk sebagai gaya hidup (lifestyle) semata, bukan sebagai ideologi yang menentukan jalan hidup mereka. Di Barat, kata Budi, punk bisa berkembang menjadi ideologi karena para pengikutnya memang jauh dari nilai-nilai agama.
Sementara, di Indonesia, punk hanya menjadi bentuk penolakan sesaat dari anak-anak muda terhadap sistem yang dianggap tidak menguntungkan bagi mereka."Kalaupun ada punkers di Indonesia yang betul-betul idealis mengikuti pa ham anarkisme, jumlah mereka tidaklah banyak," tuturnya.